Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengemas Desain Komunikasi Politik

4 November 2021   19:28 Diperbarui: 4 November 2021   19:55 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Studi ilmu komunikasi di Fisipol UGM. Foto: Dok Pribadi Kristianto Naku.

Komunikasi politik adalah salah satu infrastruktur penunjang dalam wadah politik. Kajian ilmu politik memberi penekanan pada infrastruktur komunikasi, salah satunya bertujuan demi menjala pengaruh. Biasanya, ketika mekanisme komunikasi politik lemah, maka ruang gerak akumulasi aktivitas politik juga ikut melemah.

Desain komunikasi politik saat ini memang cukup kompetitif. Dengan bantuan media sosial, pola komunikasi politik lebih cenderung mengemas pesan-pesan yang agresif. Bahasa yang dilontarkan melalui diksi yang frontal dan multi tafsir pun seringkali menimbulkan beragam polemik. Inilah profil desain komunikasi politik di era kemerdekaan teknologi.

Ketika teknologi belum semaju sekarang, pola-pola komunikasi lebih santun dan ajeg. Diksinya pun sangat tertata dan tak memberi banyak kesalapahaman dalam masyarakat. Kehadiran para pengamat pun tak semerbak sekarang. Ketika banyak pengamat keluar dari gua persembunyian dengan menggotong panji demokrasi, pola komunikasi pun menjadi riuh.

Max Weber, salah satu sosiolog asal Jerman ketika mengeluarkan opininya terkait pola relasional masyarakat bertajuk "Teori Tindakan Sosial" (Weber: 2003), banyak ahli meronta-ronta untuk segera mengadopsi. Dalam pemikiran Weber, "action is human behavior to which the acting individual attaches subjective meaning." Dalam pengertian ini, Weber berbicara mengenai unsur-unsur komunikasi sesuai pola interaksi sosial yang terjadi.

Dalam pola komunikasi, unsur tindakan seorang manusia selalu mendapat reaksi yang subjektif dari masyarakat. Bentuk-bentuk reaksi ini bisa sesuai yang dimaksud si komunikator, tetapi bisa juga melenceng jauh dari apa yang dimaksud. Dalam jalur inilah, atmosfer komunikasi politik sering jatuh-bangun.

Di Indonesia, mekanisme komunikasi politik cenderung dibalas dengan beragam reaksi. Kategori bentuk reaksi ini hadir dalam rupa haters dan lovers. Unsur haters biasanya lahir karena kebencian, baik kepada pribadi seseorang, kelompok, atau institusi tertentu. Sedangkan, lovers adalah pembanding. Lovers adalah jejaring pem-back up yang mengontrol pesan komunikasi agar tak keluar jalur.

Benturan kedua kubu ini, tidak mungkin dilangkahi begitu saja oleh para komunikator. Ketika pasar komunikasi lahir dengan reaksi agresif di jagat maya, mekanisme pertahanan diri pun dibangun sedemikian mungkin. 

Ongkos untuk menerjemah pesan komunikasi -- khususnya berkaitan dengan komunikasi politik -- tentunya sangat mahal. Untuk mentransmisi pesan komunikasi agar tak jamak interpretasi, sebuah organisasi berani membayar mahal.

Menuju peta pesta demokrasi 2024, mesin komunikasi politik sudah mulai dinyalakan. Konsep dan intensinya tetap sama, yakni mendulang pengaruh. Polanya sama: semakin banyak publik yang mendengar atau mencicipi konten yang diobral, maka semakin kuat rasa percaya diri si komunikator atau penjual ide untuk berdengung. 

Inilah yang tengah dihadapi oleh massa Indonesia saat ini. Masyarakat diharapkan mampu menyaring, menyeleksi, dan masih berupaya mendaur ulang pesan-pesan politik yang hadir melalui infrastruktur komunikasi saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun