Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Moral Seksual dan Moral Sosial

23 September 2021   21:06 Diperbarui: 23 September 2021   21:09 1708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai seks atau seksualitas dalam pemahaman tradisional adalah sesuatu yang tabu. Bahkan dalam kepercayaan tertentu yang berlabel agama seperti halnya di Indonesia, seksualitas dianggap sebagai sesuatu yang terpisahkan: seks itu haram, dosa, duniawi, tidak seharusnya dibicarakan, dll. Larangan penggunaan burkini di Prancis, misalkan, adalah salah satu replika dari wacana seksualitas.

Wanita seharusnya tampil adanya -- bebas dari kekangan budaya, ideologi serta perpanjangan tangan dari atribut-atribut agamis yang bersifat mengikat. Inilah tuntutan tren dan perubahan zaman, yakni semua orang perlu membuka "cadar." 

Akan tetapi, ketika memahami dua kata ini -- seks dan seksualitas -- orang kadang terantuk pada pemaknaan yang sama, yakni memahami keduanya sebagai sesuatu yang merusak kehidupan moral seseorang. Maka, penting untuk membedakan dua kata ini.

Pada dasarnya seks adalah istilah yang berkaitan dengan organ kelamin dan hal-hal yang langsung menyangkut alat kelamin itu sendiri. Sedangkan seksualitas adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, baik sebagai pria maupun wanita (Al. Purwa Hadiwardoyo: 1990). 

Dari pengertian ini, seksualitas pada dasarnya jauh lebih luas daripada seks. 

Di sinilah orang selalu mengalami masalah pemahaman lebih lanjut mengenai seksualitas.

Wacana mengenai seksualitas mulai dianggap sebagai sesuatu yang tabu, haram, dan tak seharusnya dilakukan. Akan tetapi, dalam retorika larangan ini, masih banyak orang dari kalangan yang mengampanyekan larangan seksualitas justru ikut menciptakan kekerasan seksual. Persoalan moral mulai dibawa ke permukaan ketika orang tidak lagi menghargai hubungan seksual sebagai ungkapan cinta kasih yang sejati.

Hubungan seksual justru dilihat sebagai sarana pemuas hawa nafsu kedua belah pihak. Jaminan dalam hubungan seksual suami-istri adalah karakter sejati dari sebuah relasi. Maka, hubungan seksual yang dimeteraikan melalui ikatan perkawinan -- jaminan sehidup-semati -- menjadi hubungan yang dianggap sah. Penyatu hubungan kedua pasangan, tidak hanya dilihat dari cinta sejati tetapi juga karena restu Tuhan melalui sakramen perkawinan.

"Ikatan suci demi kesejahteraan suami-istri dan anak maupun masyarakat itu, tidak tergantung dari kemauan manusiawi. Allah sendirilah pencipta perkawinan yang mencakup berbagai nilai dan tujuan" (Gaudium et Spes art. 48). Maka, dari itu, pria dan wanita, yang karena janji perkawinan, "bukan lagi dua, melainkan satu daging" (Matius 19:6).      

                                                   

Moral Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun