Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menalar Rute Kekuasaan

3 Agustus 2021   22:18 Diperbarui: 3 Agustus 2021   22:35 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cara kekuasaan beroperasi. Foto: www.pngwing.com

Kekuasaan sering menjadi tema yang menarik dan aktual untuk dibicarakan. Para filosof sudah banyak membahas tema ini karena menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sosial manusia. Di mana ada manusia yang berinteraksi maka di situlah kekuasaan beroperasi.

Akan tetapi, konsep atau pengertian tentang kekuasaan selalu beragam. Hal demikian dapat terjadi karena konsep kekuasaan lahir dari berbagai konteks zaman yang memengaruhi pemikiran para filosof. Maka dari itu, konsep tentang kekuasaan selalu berkembang dari zaman ke zaman, dari satu filosof ke filosof yang lain.

Tema kekuasaan sudah muncul dalam Filsafat Yunani kuno. Tema ini dipelajari oleh kaum sofis khususnya kuasa bahasa. Sementara itu, beberapa filosof membicarakan kekuasaan dalam kerangka himpunan institusi suatu negara ataupun agama dengan penguasanya adalah raja (penguasa eksekutif) dan Paus. Hal ini mengacu pada dua pusat kekuasaan yang terkenal pada abad pertengahan yakni negara dan agama.

Dalam pandangan lain, kekuasaan diartikan sebagai pertarungan kekuatan (Machiavelli), represi (Freud dan Reich), fungsi dominasi suatu kelas yang didasarkan pada penguasaan atas ekonomi, atau manipulasi ideologi (Karl Marx). 

Dengan demikian tampak bahwa semua pemikir di atas melihat kekuasaan dalam satu perspektif yang lazim yakni sebagai himpunan lembaga dan perangkat yang menjamin kepatuhan warga negara di dalam suatu negara tertentu.

Paul Michel Foucault yang merupakan seorang filosof Barat (Prancis) kontemporer juga berbicara tentang kekuasaan. Tema ini menjadi hal yang terpenting bagi pemikirannya. 

Menurutnya, tulisan tentang kekuasaan sangat banyak namun hanya sedikit saja yang bisa diketahui. Ilmu sejarah misalnya, sering berbicara tentang kekuasaan tetapi terutama membahas tentang orang-orang yang berkuasa seperti raja-raja, panglima-panglima, atau lembaga-lembaga yang memiliki kuasa seperti negara, parlemen, dan gereja. Hal ini mendorong Foucault untuk kemudian membahas kekuasaan dalam perspektif yang baru.

Bentuk kekuasaan seringkali diilustrasikan dengan piramida di mana raja pada bagian atas, pelayan raja di bagian tengah, dan rakyat paling bawah. 

Secara tradisional, kekuasaan dimengerti sebagai "being at the top of the pyramid". Di sini, jelas dipahami bahwa kekuasaan disatukan dari atas oleh pusat kekuasaan antara lain agama dan negara. 

Perihal ini mengindikasikan bahwa kekuasaan itu bisa dimiliki, atau dengan kata lain ada kecenderungan akan klaim kepemilikan terhadap kekuasaan.

Adanya paham kekuasaan seperti ini, melegitimasi dan melegalkan fenomena maraknya korupsi di Indonesia. Daya hukum tidak dapat menangkal para koruptor karena di antara mereka ada tokoh penting yang "mempunyai" kekuasaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun