Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bersih-bersih Gudang Senjata KPK

31 Mei 2021   07:08 Diperbarui: 31 Mei 2021   07:12 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: salamdian.com.

Ruang senjata KPK cukup berbahaya. Di sana, banyak senjata berburu. Beberapa kali, senjata-senjata ini dicari oknum tertentu. Mereka dicari karena "kekuatannya." Bidikannya tak meleset dan kerapkali menyayat. Senjata-senjata ini, katanya tak lagi digunakan.

Bicara soal kisruh di lingkungan internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya makin panas. Sebentar lega karena beberapa permohonan pasal ke Mahkamah Konstitusi (MK) diterima, KPK justru tiba-tiba dikabarkan magkrak. Beberapa "senjata berburu" KPK mulai dinonaktifkan. Mula-mula dikabarkan sekitar 70-an, lalu 50-an, dan berakhir polemik. "Saya belum tahu pasti apakah saya termasuk di dalamnya," kata salah seorang pegawai KPK.

Tapi, kabar tentang penonaktivan beberapa pegawai KPK memang sudah sampai ke spot-spot media Nusantara. Mulai dari pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi anggota pengawai KPK menjadi aparat sipil negara (ASN), hingga penonaktivan dan pembinaan lanjut bagi pegawai tertentu yang tak lulus TWK, membentuk sebuah bongkahan kecurigaan bagi publik. Apa sebenarnya yang tengah direncanakan untuk masa depan lembaga antirasuah ini? Adakah upaya menghabisi KPK dari dalam dengan menyingkirkan orang-orang berkualitas dari tubuh KPK?

Novel Baswedan, salah satu penyidik senior KPK dikabarkan ikut dinonaktifkan. Novel dinonaktifkan lantaran tak lulus TWK. Ia dicap kurang nasionalis karena tak mampu menjawab soal-soal TWK dengan benar. Novel dan beberapa teman yang lain tak mau bungkam. Mereka sehati-sesuara melakukan perlawanan. Mereka mendobrak upaya penyingkiran dengan menggeledah prosedur tes. Beberapa konten wawancara, misalnya dinilai syarat unsur pelecehan. Nah, apakah ini bagian dari operasi bersih-bersih? Ataukah memang harus demikian -- Novel dkk perlu diganti dengan orang-orang baru?

Novel dan beberapa pegawai KPK lainnya yang dikabarkan didepak dari KPK merupakan senjata-senjata berburu KPK yang paling ampuh. Tangkapan-tangkapan Novel dkk biasanya menyisir yang berpostur jumbo. Yang sudah terjaring, misalkan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Batubara. Dua kementerian ini merupakan tangkapan jumbo hasil bidikan orang-orang seperti Novel dkk. Lalu, kenapa senjata-senjata ini malah dimuseumkan?

Penonaktivan beberapa pegawai KPK sepertinya dilepaskan begitu saja oleh pimpinan KPK dan jajarannya. Karena mengikuti prosedur, pimpinan kelembagaan tak mampu berbuat apa-apa. Hasil TWK seolah-olah lebih berkuasa atas pengaruh dan profesionalitas para pegawai. Mereka, dengan kata lain, dibersihkan dari tubuh KPK dengan jubah hukum. Dalil "equality before the law" dan atas nama supermasi norma hukum, keputusan dibawa pulang dan patut diterima. Apa memang demikian?

Sebetulnya, ada sesuatu yang bolong dalam peristiwa elegi penonaktivan beberapa pengawai KPK. Ada sesuatu yang mungkin bisa dicurigai. Saya justru bertanya kenapa pimpinan KPK begitu ikhlas mempersilahkan anggota-anggotanya yang terbilang handal hijrah dari KPK? Kenapa tak ada upaya pertimbangan dari pimpinan lembaga? Jika KPK merasa kehilangan orang-orang profesional dari tubuh KPK, seperti yang dikemukakan wakil ketua KPK Nurul Gufron, kenapa pimpinan kelembagaan tak berbuat sesuatu?

Tubuh KPK sebetulnya baru pulih setelah dikekang dengan kehadiran Dewan Pengawas (Dewas). Pemulihan ini seharusnya menjadi daya kekuatan baru bagi KPK agar lebih bebas dan cepat dalam proses penangkapan. Tapi, hal ini hanya bertahan sebentar. Proses peralihan menjadi ASN seolah-olah lebih menunjukkan bahwa komitmen pemberantasan korupsi tak bernilai jika hanya berstatus pegawai biasa. Peralihan menjadi ASN juga seolah-olah menjadi molotov baru bagaimana KPK sesegera mungkin dilumpuhkan.

Jika pimpinan kelembagaan lebih ikhlas atas kepergian para anggotanya, keadilan dan kebenaran mungkin akan menaruh harap pada Presiden Jokowi. Sebagai Kepala Negara yang punya wewenang penuh atas struktur kelembagaan pemerintah, Presiden mungkin akan menjadi kekuatan pertimbangan atas beberapa "senjata berburu KPK" yang dibiarkan pergi begitu saja. Jika Jokowi benar-benar berkomitmen memberantas korupsi, setidaknya ia akan berbuat sesuatu untuk situasi yang dialami KPK saat ini.

Negeri ini sebetulnya masih membutuhkan orang-orang yang berkomitmen dan benar-benar melayani. Merekrut orang yang benar-benar berkomitmen untuk memberantas korupsi di negeri ini adalah pekerjaan yang tidak mudah. Tak banyak orang yang mau jujur, mengabdi, dan setia menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran. Jika tak banyak, mari kita pertahankan mereka yang sudah berkiprah, berjuang, dan memberi diri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun