Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berburu Takjil, Lupa Prokes

19 April 2021   20:11 Diperbarui: 19 April 2021   20:13 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deretan lapak takjil saat buka puasa. Foto: megapolitan.kompas.com.

Mudik sudah bisa dikendalikan. Jalanan lengang. Orang takut pulang kampung. Orang takut berburu sesuatu di luar rumah. Salat di masjid sudah dibatasi. Ini semua bentuk kepedulian. Jika arus mudik sudah bisa dikendalikan dan bahkan pemerintah secara resmi melarang mudik (sifatnya haram jika mudik di tengah pandemi); terus bagaimana dengan berburu takjil. Jangan sampai aksi berburu takjil melupakan protokol penanganan pagebluk Covid-19.

Buka puasa. Untuk urusan buka puasa, aksi kejar-kejaran di lapak takjil pun tak terhindari. Mulai pukul 16.00, jalanan biasanya padat dengan dekorasi takjil. Orang tidak lagi memikirkan pentingnya berdiam di rumah. Bukannya pemerintah udah melarang aksi saling senggol di mana pun? Pokoknya gak boleh bersentuhan. Bukan karena alasan bukan muhkrim, tapi memang ini soal solidaritas perang melawan rezim otoriter pagebluk Covid-19. Tetap jaga jarak, pake masker!

Bagaimana dengan kegiatan buka puasa bersama tahun ini? Kebijakan buka puasa, salat, serta perayaan-perayaan lain menyongsong bulan suci Ramadhan kali ini, semuanya diatur oleh pemerintah. Bahkan urusan takjil sekalipun, juga diawasi pemerintah. Takjil adalah sebutan untuk makanan buka puasa. Jenis makanan dan minumannya pun bermacam.

Bertepatan dengan larangan keluar rumah, menjaga jarak, physical distancing, dan menggunakan masker, banyak orang justru menciptakan kondisi yang sebaliknya. Banyak orang justru beramai-ramai melanggar pagar pembatas demi memburu takjil. Demi perut usai puasa, lapak takjil penuh sesak. Di lapak takjil, korona sengaja dilupakan. Bahaya nih.

Menyongsong Ramadhan kali ini, umat Muslim harus menghindari kebersamaan fisik. Bertepatan dengan merebaknya pagebluk Covid-19, perayaan menyongsong bulan suci Ramadhan perlu dibatasi. Ruang gerak Ramadhan sengaja dibuat sedikit sempit. Tantangannya adalah bagaimana orang bergerak di ruang sempit ini tanpa saling menyentuh.

Di lapak takjil, aksi nunjuk-nunjuk makanan potensial menciptakan kegaduhan. Maklum, kan mau buka puasa. Ini bukan soal tradisi, tapi lebih pada kebutuhan fisik. Dalam hal ini, orang berburu takjil karena sudah menjalankan puasa sebagai ujian pertama untuk kebutuhan spiritual. Dan sebagai manusia, ia perlu memenuhi kebutuhan fisiknya usai berpuasa.

Kita berharap, di lapak takjil, orang tetap memperhatikan protokol yang sudah ada. Tetap jaga jarak, perhatikan social & physical distancing, dan pakai masker. Jika hal ini tidak diindahkan, tentunya upaya kita bersama melawan pagebluk Covid-19 akan kandas di jalan. Bak menjual air di pinggir sungai, kita bakal tak berhasil menghentikan laju penyebaran korona.

Berburu takjil itu tradisi, seperti halnya saat sebelum korona orang-orang berlomba 'tuk makan di luar rumah. Akan tetapi, kali ini kita betul-betul harus makan di rumah dan perkecil ruang gerak di luar rumah. Mudik sudah bisa dikendalikan, masa belanja takjil gak bisa. Semoga Ramadhan tahun ini, memberi berkah tersendiri untuk saudara-saudari yang menjalankannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun