Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pandemi Covid-19 Bukan Soal Pemerintah Melulu!

24 Februari 2021   09:16 Diperbarui: 24 Februari 2021   09:27 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'aruf Amin. Foto: kompas.com.

"Saya adalah kepala pemerintahan, setidaknya untuk seluruh anggota tubuh yang melekat pada diri saya. Fenomena ini ada. Saya selalu menyalahkan pemerintah terkait masalah pandemi Covid-19, sementara di saat yang sama, saya sendiri tidak mampu memerintah diri sendiri agar bisa taat dalam menerapkan prokes. Saya sering mengkritik pemerintah, sementara saya sendiri tidak menghidupi isi kritikan saya. Sebetulnya, saya ini maunya apa?"

Ribuan triliunan rupiah dana telah dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani proyek penyelesaian wabah Covid-19. Angka ini tentunya sudah menyentuh ambang batas kepedulian pemerintah dalam memberi proteksi terhadap kesehatan dan kesejahteraan warga negara. 

Ketika pandemi ini muncul di Indonesia pada Maret 2020, pemerintah sigap dalam membuat kebijakan. Pelan tapi pasti, Pemerintahan Jokowi-Ma'aruf membuat mekanisme-mekanisme konstruktif agar semua warga negara tetap tercover dari wabah mematikan ini.

Dari Maret 2020 hingga menyentuh Maret tahun 2021, tanda-tanda berakhirnya pandemi ini masih belum terlihat. Apa yang pasti adalah hidup kita ada dalam bayang-bayang ketidakpastian. Yang pasti adalah ketidakpastian -- apakah kita akan keluar dari cengkeraman pandemi atau tetap terlilit di dalamnya. Hingga saat ini pula, jumlah pasien terpapar Covid-19 sudah mencapai angka satu juta. Lalu pertanyaannya: "Apa yang perlu dibenahi?"

Selama ini, tuntutan kepada pemerintah terus mengantri. Banjir kritikan dan saran membuat pemerintah bergerak cepat. Perlu ini dan itu, pemerintah layani. Semuanya diupayakan pemerintah dalam mengontrol penyebaran pandemi virus corona ini. Stamina kita boleh jadi terkuras habis. 

Ketika stamina melemah, alhasil, ada banyak problem lain, seperti kriminalitas mengudara di masa pandemi ini. Meski demikian, pemerintah tetap setia memberi anjuran, aba-aba, koreksi, pengawasan, dan terapi untuk semua warga negara. Dalam hal ini, saya benar-benar mengapresiasi kepala negara kita Presiden Joko Widodo.

Di dalam silang-sengkarut situasi ini, saya bermenung dan mengarahkan bidikan refleksi saya ke dalam diri -- melihat realitas sesuai dengan fakta di lapangan. Apa yang terjadi selama ini adalah saya justru lebih banyak mengontrol orang-orang di luar diri saya -- termasuk pemerintah. 

Ada yang salah dengan kehidupan pribadi saya atau kelompok saya, kadang yang disalahkan pemerintah atau dikait-kaitkan dengan dengan masalah pandemi Covid-19. 

Anjuran agar pemerintah harus, melakukan ini-itu selalu menjadi konten keluhan saya. Padahal, pemerintah sudah melakukan banyak hal untuk saya -- termasuk mengontrol saya agar saya sendiri mampu mengontrol dan memahami diri.

Pandemi Covid-19 sejatinya bukan masalah kecerobohan sebuah negara dalam menangani -- tetapi lebih dari itu kecerobohan saya dalam menaati apa yang sudah diterapkan negara untuk saya. Ketika negara melalui kebijakan pemerintah mengeluarkan ketetapan tertentu untuk mengawasi saya, kadang saya justru keluar dari apa yang diamanatkan. 

Jadi, masalah serius sebetulnya ada pada saya sebagai seorang warga negara. Jika saya taat pada komitmen yang dibangun bersama dalam sebuah negara, otomatis kebijakan itu akan memengaruhi dinamika yang diharapkan secara bersama.

Pemerintah menetapkan, saya sebagai warga negara mengeksekusi. Sebuah negara yang demokratis bisa dilihat dari peradaban warga negaranya. Saya menyaksikan di beberapa tempat -- sekurang-kurangnya tempat saya tinggal -- ada banyak warga yang tak menaati apa yang disepakati bersama. 

Di jalan-jalan, kerumunan tetap mewabah -- di Sumba katakanlah banjir kerumunan terlihat di beberapa titik ketika Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja. Artinya, dalam menggotong harapan bersama untuk keluar dari masalah pandemi, sebetulnya saya menggantungkan seluruh kehidupan saya pada pemerintah. Usaha-usaha pribadi dalam diri hampir tak ada.

Sekarang saja, di jalanan masih banyak kendaran yang lalu-lalang. Mobilitas warga tak terbendungi. Alasan keluar rumah masih tak jelas -- yang penting pergi tanpa tujuan yang jelas. 

Jika kebiasaan-kebiasaan demikian masih dipupuk, bagaimana mungkin upaya memotong penyebaran pandemi Covid-19 bisa berhasil? Dan hal yang sama, bagaimana mungkin saya menyalahkan pemerintah yang sudah membuat kebijakan tertentu agar saya ikut terlibat menciptakan kebaikan bersama?

Ketika pemerintah terlalu "memanjakan" saya atau kita sebagai warga negara, saya atau kita umumnya kadang tak lagi mampu memanajemen diri. Hemat saya, inilah akar persoalan yang membuat angka pasien Covid-19 terus menanjak tiap harinya. 

Upaya menaati protokol kesehatan (prokes) menjadi hal yang asing. Bahkan ada beberapa orang yang terang-terangan menolak memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. 

Padahal, obat mujarab dalam menangani pandemi ini adalah tiga hal tadi: jaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan. Akan tetapi, fakta di lapangan, hal ini masih jauh dari harapan.

Pertanyaan Benjamin Franklin soal kepedulian seorang warga negara menjadi penting untuk dihidupi: "Apa yang sudah saya berikan untuk negara?" Sudahkah saya menaati kebijakan bersama terkait protokol penanganan pandemi Covid-19? Sudahkah saya menghidupan semua protokol kesehatan tersebut dalam hidup harian saya? Sudahkan saya mengevaluasi pribadi saya terkait komitmen dalam melawan virus korona?

Pertanyaan-pertanyaan di atas hampir tak dijawab oleh pribadi saya. Yang ada justru saya menanyakan semuanya ini kepada pemerintah. Ketika semuanya diberikan kepada pemerintah, saya buat apa? 

Satu-satunya hal penting yang bisa dibuat sebagai warga negara, hemat saya, mengontrol diri sendiri -- mengkritik, mengevaluasi, dan memberi saran kepada diri sendiri. Pemerintah sejatinya hanya memfasilitasi -- selebihnya ada pada saya. Jika kartu kebijaksanaan bekerja dalam diri saya, dengan mudah saya menaati instruksi dalam menangani masalah pandemi Covid-19 dengan baik dan tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun