Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tim Medis dan Kurangnya Oksigen Support dari Masyarakat

3 Desember 2020   08:59 Diperbarui: 3 Desember 2020   11:26 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas medis kelelahan. Sumber foto: BBC.com.

"Jika para petugas medis lelah secara fisik, mari kita 'memijat' mereka dengan dukungan, perilaku yang baik, dan kata terima kasih. Jika mereka lelah secara emosional, mari kita hibur mereka dengan komentar positif dan membangun."

Siapa yang tidak lelah meyaksikan kurva angka pasien positif terus melonjak? Ketika menjadi penonton, kita bahkan kelelahan membaca. Kita kelelahan menonton. Lalu, bagaimana dengan petugas medis yang hari-hari bergulat dengan pasien Covid-19? Mereka pasti kelelahan. Lelah karena emosi, percaya diri, dan kehilangan empati.

Akhir-akhir ini, tim medis memang kerapkali dilupakan. Isu seputar stamina mereka ditutup oleh informasi seputar kepulangan Muhammad Rizieq bin Hussein Syihab. Bahkan, separuh dari populasi negeri ini memeberi banyak perhatian pada sosok Rizieq. Alhasil, rintihan petugas medis yang kelelahan, tak sempat didengar.

Hasil kajian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan sketsa kelelahan (burnout) yang dialami para petugas medis. Dari kajian mereka, seperti dikutip Kompas, Sabtu, (5/9/2020), gejala kelelahan lebih banyak ada pada gejala kelelahan emosi (58,9%), gejala kelelahan empati (78%), dan gejala rasa percaya diri (47,8%).

Data banyaknya dokter yang meninggal juga ikut memperparah situasi yang dialamai tenaga medis. Di rumah sakit, mereka dicengkram Covid-19; di rumah, mereka diteror tetangga, dan di media sosial, mereka dirajam kata. Apakah tidak lelah? Konsekuensinya, daya tahan tubuh pelan-pelan menurun. Emosi lelah, fisik lelah, berimbas pada kehilangan fokus kerja.

Menurut Ketua Peneliti Dewi S Soemarko riset "burnout" melibatkan 1.461 responden nakes yang tersebar di seluruh Indonesia. Paling banyak responden bekerja di puskemas, disusul rumah sakit pemerintah, dan klinik. Dari responden yang dipilih, 50 persen adalah penangan pasien Covid-19.

Jenis pekerjaan yang membidangi ilmu kesehatan memang diserang habis-habisan. Tak hanya institusi, semua pekerja yang terlibat di dalamnya juga ikut digebuk letih. Selama pandemi Covid-19 masih bermanuver, tenaga medis akan terus "diteror." Kelelahan adalah konsekuensi dari laku teror. Jenis teror bermacam, mulai dari waktu, pribadi, hingga keluarga.

Kajian serupa juga dilakukan oleh Fakultas Ilmu Keperawatan Univeristas Indonesia. Dari kajian mereka didapati 55 persen atau sekitar 1.172 perawat mengalami kecemasan dan depresi karena latar suasana Covid-19. Mayoritas perawat yang mengalami stigmatisasi bahkan terpikir untuk mengakhiri hidup.

Data dan hasil riset ini, hemat saya, mau menunjukkan bagaimana seharusnya kita bersikap. Tiap hari, mungkin kita hanya dijejali informasi seputar jumlah pasien Covid-19 yang terus meningkat. Kita jadi lupa informasi soal stamina garda terdepan negeri ini dalam mengatasi pandemi. Kita lupa menyapa mereka. Kita jadi lupa mendengar keluhan mereka. Kita mungkin lupa bagaimana memberi dukungan untuk mereka.

Saya pernah merdengar keluhan yang sama dari beberapa sahabat saya. Mereka bahkan hampir tak punya waktu untuk istirahat. Selain lelah fisik, aspek psikis juga ikut diburon masyarakat. "Kami sangat lelah selama delapan jam dibalut alat pelindung diri (APD)," kata Mbak Wuwuk Setiarini, salah seorang perawat di RSU Daerah Sleman Yogyakarta.

Jika membidik jumlah tenaga medis yang terpapar virus kelelahan, kita bakal mendapati jumlah yang tak enak didengar. Menurut data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sebanyak 105 dokter meninggal karena Covid-19. Adapun dokter gigi sebanyak sembilan orang dan perawat 75 orang. Angka ini seperti menyusul data pasien yang meninggal gara-gara Covid-19.

Kita tak tahu bahwa mungkin ke depannya jumlah tenaga medis yang meninggal akan terus bertambah. Saat ini saja, ada banyak petugas medis yang tengah dirawat di rumah sakit karena tertular Covid-19. Memang ketika angka pasien tertular melonjak, orang pertama yang mudah tertular adalah para tenaga medis.

Prospek ke depannya adalah bagaimana kita (awam dunia kesehatan) bisa bersolider dengan tim inti penanganan pagebluk Covid-19 ini. Apapun anjuran mereka, ya semestinya kita ikuti. Soalnya, hanya mereka yang benar-benar paham bagaimana pandemi ini bisa menjangkiti seseorang. Apa salahnya tinggal mengikuti?

Selain itu, data kelelahan dan potret "duka" para petugas medis sebaiknya menjadi ajakan untuk kita bersolider. Tak ada gunanya mengkritik dan menjejali mereka dengan dalih faktor kemendesakan dan kesehatan. Kita sehat karena ada orang lain yang berkorban untuk kita. Kita mungkin lupa bahwa pengorbanan mereka adalah hari kemarin dan esok yang tak sempat kita syukuri.

Tiap hari mereka berusaha memasang selang oksigen ke hidung pasien, tapi mereka sendiri jarang menggunakannya. Tiap hari mereka menyiapkan menu medis untuk pasien, tapi menu stamina jarang berupa dukungan jarang mereka peroleh. Jika kita tak dapat berbuat seperti apa yang mereka lakukan, saran saya, kita cukup membetulkan tingkah dan tutur kata kita. Itu sudah cukup untuk menghilangkan rasa penat, sumuk, capek, dan lelah yang mereka alami.

Jika mereka lelah secara fisik, mari kita "memijat" mereka dengan dukungan dan kata terima kasih. Jika mereka lelah secara emosional, mari kita hibur mereka dengan komentar positif dan membangun. Selamat bertugas para medis. Tetap semangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun