Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Agama dan Spirit Kapitalisme Baru

11 November 2020   11:12 Diperbarui: 11 November 2020   11:15 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Max Weber adalah seorang ahli hukum, sosiolog, sekaligus filosof. Ia lahir di Erfurt, Thuringia, pada 21 April 1864. Tradisi filosofis Jerman telah membesarkan cara berpikirnya, terutama mengenai kebaruan teori-teori sosial. Selain menampilkan paradigma mazhab teori klasik yang terus mengalir hingga saat ini, fondasi pemikirannya, juga sangat dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya saat itu.

Tradisi Protestan yang menjadi sekolah dasar pemkiran Weber turut membentuk arah dan lekuk orientasi teori-teorinya. Salah satu tulisannya yang sangat diinspirasi oleh Tradisi Calvinian adalah "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" (1904).

Ia menulis: "Asketisisme Protestan sebagai fondasi peradaban kerja menjadi panggilan jiwa modern -- semacam konstruksi "spiritualis" ekonomi modern". Dari karya besarnya ini, lahir berbagai karya lain, seperti "From Max Weber" (1948), "Economy and Society" (1968), "Selections in Translation" (1978) dan "Objectivity in Social Science and Social Policy" (1904).

Max Weber sangat tertarik pada sistem gagasan-gagasan agama dunia, semangat kapitalisme dan rasionalisasi sebagai nilai dan norma sistem modern. Dalam karyanya yang termasyhur, "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" (1905), Weber berusaha menganalisis proses perkembangan kapitalisme modern dengan meneliti gagasan-gagasan agama. Sistem gagasan agama-agama dunia telah membesarkan horizon baru dalam memahami kapitalisme.

Menurutnya, agama adalah salah satu stimulus proyeksi model kapitalisme baru. Weber berusaha mengkaji gagasan agama dan dikaitkan dengan asal-usul kapitalisme modern. Agama Protestan--Calvinis, diyakini sebagai biang pertumbuhan kapitalisme modern. Gagasan-gagasan agama, khususnya Protestan--Calvinis memengarui prilaku dan tindakan individu.

Di sini, sistem gagasan agama Protestan--Calvinis melahirkan semangat kapitalisme di Barat, yakni upaya rasionalisasi sektor ekonomi. Ketertarikan Weber terletak pada sejauh mana usaha manusia mencari keselamatan berdampak langsung terhadap suatu perilaku hidup tertentu di dunia ini.

Doktrin Calvinis mengakui ajaran predestinasi. Ajaran predestinasi menunjukkan bahwa hidup manusia sejatinya ditentukan oleh Tuhan atau keselamatan seseorang pada dasarnya ditentukan oleh Yang Ilahi. Doktrin ini, tidak memberitahukan dengan gamblang orang-orang mana yang termasuk dalam golongan terpilih dan terselamatkan.

Maka, untuk keluar dari lingkaran ketidakpastian ini, para Calvinis berusaha menemukan tanda untuk meyakinkan diri bahwa mereka termasuk dalam golongan yang terpilih atau terselamatkan. Bagi para Calvinis, perilaku asketis, disiplin hidup, sukses di dunia bisnis dan kerja keras dipandang sebagai sebuah tanda keselamatan di dunia kelak.

"Certitudo Solutis" adalah sebuah indikasi yang memberi arah bahwa para Calvinis termasuk golongan yang diselamatkan Tuntutan untuk hidup hemat, kerja keras dan disiplin adalah semangat baru dalam menggapai keselamatan. Maka, menurut para Calvinis, sukses di dunia bisnis adalah sebuah sinyal atau konfirmasi bahwa mereka termasuk orang terpilih atau diselamatkan.

Di negara-negara dengan sistem keagamaan majemuk atau setidaknya beragama Protestan, para pemimpin sistem ekonomi (pemimpin ekonomi, pemilik modal, pekerja berketerampilan tinggi) semuanya beragama Protestan. Realitas inilah yang membenarkan teori Weber mengenai asal-usul kapitalisme modern. Sistem gagasan agama mendorong individu untuk berjuang dan hidup teratur.

Weber mengutip kata-kata Benjamin Franklin, "Waktu adalah uang, bekerjalah dengan giat, disiplin dan perlu hidup hemat!" Untuk mencapi tanda bahwa para Calvinis diselamatkan, cara lain yang terus dihidupi adalah semangat askese. Askese bukan sekedar menerima penderitaan seperti yang dialami oleh orang Katolik (memeluk penderitaan), namun lebih pada soal semangat kerja yang tinggi (solusi keluar dari penderitaan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun