Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membeli Semangat di Toko Buku

10 November 2020   10:06 Diperbarui: 10 November 2020   10:17 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Semangat itu mahal. Tapi, akhir-akhir ini, semangat kian memudar. Tak tahu pasti apa penyebabnya. Yang pasti, tidak tahu persis. Saya kemudian membolak-balik beberapa buku yang pernah dibaca. Di sana, saya temukan anjuran dari sang penulis. "Pergilah ke pusat perbelanjaan sekitar. Di sana ada jual semangat!"

Saya memaklumi kata-kata penulis. Tapi maksudnya apa? Mustahil ada toko tempat jual semangat. Saya menimbang-nimbang untuk melangkah. "Sek tak mikir dulu." Mungkin ada benarnya. Di pusat perbelanjaan aku mencari-cari. Di beberapa etalase pusat perbelanjaan, aku melotot sambil pelan-pelan melempar langkah. Jangan terlalu cepat. Coba diperlahan, biar tak ada satu pun dari barang-barang itu yang terlewatkan.

Sekitar pukul 12.13, saya keluar dari pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Tapi, tak ada semangat. Sama kayak sebelumnya. Di luar pusat perbelanjaan juga tak seramai tahun-tahun sebelumnya. "Rupanya bukan cuman aku yang berusaha menemukan semangat. Orang-orang di kota ini, juga punya roh yang sama." Mungkin perlu aku memberanikan diri untuk bertanya soal matinya semangat. Pasti kudapati jawaban serupa, ya persis seperti apa yang kucemaskan dari hari-hari kemarin.

Saya kemudian pulang tanpa membawa semangat. Rupanya kali ini tak dijual. Mungkin karena memasuki "normal baru" para penjual tak tahu lagi dimana semangat itu ditempatkan. Jika di lantai satu, mungkin agak tepat dan cepat 'tuk diobrak-abrik, karena dari sana kita berangkat ke lantai dua dan lantai paling atas. Tapi sama saja. Di lantai satu ada kode soal ketiadaan semangat di lantai selanjutnya.

Lalu bagaimana? Berarti, penjual juga punya kecemasan seperti saya. Mereka juga tengah mencari semangat. Tapi, bagi mereka, sehabis ditemukan, semangat itu kemudian dijual. Bedanya di situ kali.

Di kota ini, konon semangat itu tak perlu dibeli. Ya tak ribet. Kota ini, dengan kelimpahan pernak-pernik seninya menganimasi kehidupan agar selalu bergairah. Agar bersemangat tentunya. Beberapa titik dan sudut kota ini selalu menyediakan semangat seperti keran cuci tangan saat pandemi. 

Hukumnya wajib untuk mencicipi beberapa sudut kota ini. Jika belum mencicipi, kalian dicap "belum pernah." Ya belum pernah datang ke kota ini. Tapi, sekali lagi, semuanya itu tak lagi terlihat dan didengung.

Saya sendiri tak pernah "give up." Karena semangat itu salah satu unsur vital untuk kehidupan, khususnya di waktu sekarang. Makanya, mau tak mau saya berjuang 'tuk mendapatkannya. Saya berjuang, dengan duit sekalipun. Berkeliling menyusuri kota ini dengan prospek me-recharge semangat sebagai sebuah proyek. Syukur-syukurlah jika semangat bisa dikembalikan paling kurang 20 persen.

Keadaan seperti sekarang ini memang langka. Jika melihat orang-orang tak bersemangat, itu adalah sebuah tanda. Dan tanda itu, semuanya mengarah pada fase baru, tapi penuh kehati-hatian. Penuh kewaspadaan. 

Saya lalu berhenti di sebuah tempat. Tempat ini kok justru ramai dikunjungi. Saya penasaran. Jangan-jangan semangat itu dijual di sini. Saya hanya menebak, karena saya belum melihat dengan gamblang, kegiatan apa sesungguhnya tengah dibuat di tempat itu.

Saya mendekat. Ada diskon. Dari raut wajah mereka, kudapati kisi-kisi semangat itu. Sepertinya saya sudah menemukannya. Ya, di antara sela-sela rak buku itu. Di sana kutemukan semangat. Orang-orang di sekitarku juga mengulang kata yang sama. "Belilah semangat di toko buku!" Ya buku itu meyemangati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun