Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Premium, "BBM Oplosan" yang Dilegalkan

2 November 2020   10:26 Diperbarui: 2 November 2020   15:18 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"BBM Oplosan" sudah lama beredar di pasar ritel Indonesia. Ada dua BBM Oplosan yang sudah ramah di tubuh kendaraan dan murah di benak masyarakat, yakni BBM jenis Premium dan BBM jenis Pertalite.

Keduanya saya sebut "BBM Oplosan" karena tak sesuai standar lingkungan dan standar ketentuan hukum. Ini artinya, pemerintah telah lama memberi makan kendaran kita dengan minuman beracun.

Jika beracun, apakah pemerintah lalai? Perhatikan, di satu sisi, Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 20/2017 melarang penggunaan BBM dengan kadar emisi gas beracun terlalu tinggi.

Akan tetapi, di sisi lain, pemerintah mengiyakan jenis BBM tak sesuai standar beredar di masyarakat selama ini. Pemerintah justru melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri.

Isu penghilangan bahan bakar minyak jenis Premium dari pasar ritel nasional jadi heboh. Di tengah masa pandemi, bahan bakar jenis Premium diperdebatkan karena dianggap tak ramah lingkungan. Emang sejauh ini bahan bakar minyak jenis Premium gak ramah? Berarti PT Pertamina selama ini kurang teliti menghidangkan bahan bakar jenis Premium.

Diskusi memang sempat memanas. Di Senayan, DPR sempat menyentil, menyoal, dan mendesak, bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dihilangkan dari peredarannya. Tak hanya, BBM jenis Premium, BBM jenis Pertalite juga dimejakan. Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan PT Pertamina (Persero) pada akhir Agustus lalu sempat gaduh menyoal keduanya.

Katanya, dua jenis BBM ini (Premium dan Pertalite) tergolong "BBM kotor." Masa? Pertalite dan Premium menurut Menteri Lingkungan Hidup mempunyai kandungan "research octane number" (RON) yang rendah.

Hal senada juga disampaikan pihak PT Pertamina (Persero). Menurut Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, Premium dan Pertalite tak sesuai dengan Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 20/2017.

Apa yang dilangkahi Premium dan Pertalite dari Permen LHK ini? Ketentuan Permen LHK menyebutkan bahwa standar minimal RON 91 harus sesuai dengan standar Euro IV. Artinya apa? Artinya, jika kadar oktana suatu jenis BBM semakin tinggi, maka emisi gas yang dibuang akan semakin rendah. Hal ini justru tak menyebabkan polusi dan lari ke isu tak ramah lingkungan.

Lalu bagaimana dengan Premium dan Pertalite? Memangnya kandungan oktana (RON) Premium dan Pertalite itu berapa? Tak terlalu jauh sebetulnya. Bahan bakar minyak jenis Premium, misalnya punya kandungan oktana RON 88 dan Pertalite RON 90. Hasil ini tentu tak sesuai standar Euro IV dan ketentuan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Makanya, diperdebatkan!

Dari segi sistem kerja, Premium dan Pertalite mungkin bagus untuk stamina dan perawatan kendaraan. Akan tetapi, emisi gas pembuangan yang dihasilkan justru mengikis harmoni lingkungan. Lalu, bagaimana selama ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun