Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Omnibus Law, Demonstrasi, dan Kesehatan Bangsa

9 Oktober 2020   07:47 Diperbarui: 12 Oktober 2020   07:27 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Sejumlah buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) berunjuk rasa, di depan kantor DPRD Sulsel, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (6/10/2020). (ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE via kompas.com)

Cara lain yang mungkin ditempuh adalah dengan meminta penjelasan pemerintah terkait isi UU dan hal-hal apa saja yang sebenarnya tak sesuai dengan keinginan mereka yang merasa dirugikan. 

Dalam hal ini, pemerintah bisa menjelaskan secara transparan di depan publik -- melalui jumpa pers, misalnya -- terkait arah dan niat baik yang terkandung dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja. Dua belas menteri dalam hal ini memang sudah melakukan konferensi pers penjelasan UU Cipta Kerja pada Rabu, (7/10/2020).

Akan tetapi, karena berita terkait isi pasal yang kontroversial terlanjur mewabah dan hoax seputar bahaya UU Cipta Kerja merajalela di portal media sosial, langkah pemerintah pun jauh dari perhatian. Berita soal kesalahpahaman, hoax, berita-berita provokatif menjadi salah satu biang aksi demo besar-besaran pada Kamis, 8 Oktober 2020 kemarin. 

Penjelasan pemerintah untuk saat ini tertinggal jauh dari breaking dan headline news seputar provokasi, hoax, dan kegiatan aksi demo. Ya, terlampau jauh karena semua portal media sosial diisi penuh dengan aksi demo pada Kamis, 8 Oktober kemarin. 

Dan, hemat saya, jika hyperlink berita-berita provokatif dan tak benar tak merajalela, aksi demo kemarin mungkin jauh dari kerumunan, heboh, dan ricuh.

Apa sebetulnya cara yang cukup bijak dalam menyikapi polemik ini? Bagaimana dengan dialog? Dialog tentunya menjadi sarana mediasi dan jembatan paling bijak dalam menangani perseteruan pendapat seperti sekarang ini. Inilah yang kita harapkan. 

Mungkin, kita perlu mendengar sendiri bagaimana Presiden Jokowi berkomentar atau meluruskan informasi yang terlanjur memancing amarah massa hari ini. Biasanya, dengan penjelasan langsung kepala rumah tangga, seluruh anggota rumah tangga pasti menyimak. Dialog langsung dengan pemerintah adalah salah satu cara terbaik menyelesaikan perubahan iklim bangsa dan negara ini terkait polemik UU Cipta Kerja.

Jika, semua hal di atas tak kunjung memuaskan dan menyentuh hati publik, sebagai negara hukum, mari kita gotong masalah ini ke ranah hukum.

Kita biarkan hukum yang mengkritisi, menyoal, mencermati, dan menghidangkan kepada publik dengan keputusan yang tentunya jauh dari intrik kepentingan. Penolakan UU Cipta Kerja, dalam hal ini bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materi (judical review). Tindakan ini juga merupakan cara bijak kita sebagai warga negara yang menjunjung tinggi hukum dan demokrasi.

Singkatnya, masih banyak cara yang bisa ditempuh untuk meluapkan rasa tidak puas, mengkritisi, dan meminta pertanggungjawaban atas sebuah keputusan yang dianggap menyeleweng. Demo atau unjuk rasa, bukanlah cara satu-satunya. 

Di tengah kondisi kesehatan negara yang kian memburuk akibat pandemi Covid-19, kita seharusnya mengambil tindakan dan cara-cara yang bijak dalam menyikapi sebuah persoalan. Ada tahap dan ada jalur. Jika situasi tak mendukung, apakah sebuah keharusan bagi kita untuk turun ke jalan-jalan dan mengumpulkan massa? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun