Mohon tunggu...
Kristia N
Kristia N Mohon Tunggu... Guru - Penyuka kata

Menuang rasa, asa menjadi kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru di Kala Pandemi

4 Februari 2021   14:49 Diperbarui: 4 Februari 2021   15:05 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ibarat koin, dampak positif dan negatif pembelajaran jarak jauh tak terpisahkan. Pembelajaran jarak jauh tetap dapat memungkinkan berjalannya pendidikan tanpa khawatir tertular Covid 19. Di sisi lain, PJJ menjadi penyumbang rasa tidak nyaman anak-anak. Beberapa peserta didik mengalami kesulitan karena tidak didampingi langsung oleh guru. Kesulitan ini berpotensi memicu peserta didik lalai mengerjakan tugas ataupun enggan turut serta pertemuan virtual. Hal ini akan semakin parah jika orang tua tidak memiliki kesiapan mental dan finansial untuk mendampingi anak belajar di rumah.

Melihat dampak negatif di atas, alangkah baiknya jika guru dapat meniru prinsip para pelaku bisnis, kesempatan tercipta dari krisis. Guru dapat mensuskeskan PJJ di masa pandemi dengan memenuhi tugasnya sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005. Undang-undang ini menjelaskan bahwa seseorang yang berprofesi sebagai guru wajib memiliki empat kompetensi, yakni pedagogi, kepribadian, professional, dan sosial.

Guru disebut kompeten secara profesional dengan menguasai pengetahuan bidangnya secara meluas dan mendalam. Sedangkan kompeten dalam pedagogi dapat  ditandai dengan mampunya guru mengajar dengan menguasai karakter peserta didik. Seperti dalam PJJ di masa pandemi ketika ini, guru sebaiknya menyadari bahwa guru sedang berhadapan dengan generasi Z. Generasi ini fasih teknologi, intens berinteraksi melalui media sosial dan menginginkan segala sesuatunya serba cepat. Mereka tidak menginginkan hal-hal yang bertele-tele dan berbelit-belit (Wijoyo, Hadion dkk, 2020).

Dengan pengetahuan ini, guru dapat menyelami gaya hidup peserta didik agar dapat masuk dan mendidik generasi Z. Di masa sebelum pandemi, guru modern menampilkan video terbaru yang berkaitan dengan pelajaran melalui proyektor. Begitu PJJ, guru beralih pada share screen pertemuan virtual seperti google meet, zoom, atau aplikasi lainnya. Jika dulunya guru terbiasa ulangan harian dengan berbasis kertas, kini evaluasi peserta didik berbasis internet dengan google form, kahoot, quizziz, atau platform lainnya.

Akan tetapi, seperti hujan gerimis, walau cerah dan mungkin berpelangi, tetap saja kita kebasahan. Pada kenyataannya, di lapangan, meski guru sudah memiliki kemampuan teknologi, masih saja terjadi kurang optimalnya partisipasi peserta didik. Berhadapan dengan tantangan ini, guru dapat menggali kompetensi kepribadian lebih dalam.

Seorang guru yang bersedia mengenal lebih dekat pergaulan dan gaya hidup peserta didik dapat menjadi teman bicara yang update. Mayoritas remaja putri kini terbiasa dengan selebritas Korea. Sedang remaja putra terbiasa dengan permainan-komunikasi-langsung seperti PUBG. Dengan mengetahui ini, guru dapat menghubungkan kebiasaan tersebut dengan materi pembelajaran. Peserta didik pun berpotensi akan lebih termotivasi untuk belajar.

Guru dapat bermedia sosial ala generasi Z. Fasilitas story ataupun live di instagram ataupun facebook. Pebisnis umumnys menggunakan fitur ini untuk promosi jasa atau produk. Guru dapat mempromosikan kelasnya dengan kreatif. Dengan video singkat live, misalnya, guru dapat mengumumkan nama-nama peserta didik yang tuntas dalam ulangan harian. Dengan cara ini, peserta didik akan merasa mendapatkan penghargaan atas kerja kerasnya.

Dengan kepribadian yang empatik juga, seorang guru dapat menimbang rasa dalam memberikan tugas. Penyajian bahan ajar yang menarik dengan video dan slide tidak akan cukup. Jika setiap pertemuan selalu diberikan tugas, peserta didik dapat terbebani secara psikologi. Guru dapat memberi berbagai macam bentuk tugas yang berbeda dari kebiasaan.

Misalnya, peserta didik membuat tugas Pendidikan Kewarganegaraan dalam bentuk video yang diselesaikan dalam dua minggu. Dalam video tersebut, ayah dan ibunya menberi pendapat mengenai arti nasionalisme. Selain itu, nasionalisme tadi dibuktikan dengan sikap dan tindakan. Pada bagian akhir video, peserta didik mendefinisikan sendiri arti nasionalisme dan mengidentifikasi sikap dan tindakan nasionalisnya.

Apabila pertemuan virtual secara langsung tidak mungkin dilaksanakan, guru dapat mendisain pertemuan kelas asinkron. Dalam grup whatsapp misalnya, guru membagikan suatu topik. Guru mendorong peserta didik agar merespon dengan kritis. Respon tersebut dapat dijadikan pemerolehan nilai tugas sehinggga tidak ada pekerjaan rumah untuk pertemuan saat itu.

Tantangan lainnya, di lapangan, terkadang masih terjadi orang tua peserta didik yang belum suportif terhadap pendidikan peserta didik. Padahal peserta didik benar-benar perlu didampingi dan diawasi dalam penyelesaian tugasnya khususnya tingkat PAUD, TK, dan SD. Guru yang kompeten kepribadiannya akan cermat menyusun pembelajaran dengan mempertimbangkan psikologi anak dan orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun