Mohon tunggu...
Krisna Wahyu Yanuariski
Krisna Wahyu Yanuariski Mohon Tunggu... Jurnalis - Pendongeng

Enthos Antropoi Daimon (Karakter seseorang ialah takdirnya)- Herakleitos Seorang cerpenis di kompasiana, ia juga penulis buku "Fly Away With My Faith", juga seorang Mahasiswa UIN SATU Tulungagung, ia juga jurnalis dan kolumnis di beberapa media. Instagram @krisnawahyuyanuar W.a 081913845095

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kirana Puteri Rahara: Asmara Lintas Waktu

9 Desember 2022   13:49 Diperbarui: 9 Desember 2022   17:59 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak pertumbuhan mesin yang menggeliat yakni ketika abad revolusi industri, Ilmuwan gencar- gencarnya menciptakan inovasi demi inovasi, seperti Nikola Tesla yang menciptakan beberapat teknologi canggih untuk kepentingan umat manusia. Tetapi kali ini bukan membahas Tesla, tetapi aku adalah sebagian pemuda di zaman itu, asap- asap pabrik mengepul, udara tercemar, limbah- limbah berantakan, pekerja ploretariat dipaksa bekerja keras dengan estimasi waktu yang sedikit, kepayahan kerap kali dirasakan dari raut wajah pekerjanya. Hidup di zaman itu merupakan hidup yang keras.

Aku sebagai petani kecil juga merasakanya di daerah pedesaan yakni tepat di Desa Snowshill terletak di puncak lereng di atas Desa Broadway, Buckland, dan Laverton. Yang menyibakan keindahan disini, Lahan menghijau sangat lapang didaerah sini, rumah- rumah kastil kecil, dengan atap segitiga sama sisi, dan jendela yang berelief juga jendela yang memantulkan sinar kala senja datang. Dan siulan angin kerap kali terasa sejuk diatas padang rumput.
      

Sebelum itu namaku adalah Rogert Baldwin, keluargaku terdiri dari ayah, dan kakak kandung, kami bertiga hidup di suatu rumah kecil, dan pekerjaan kami adalah petani gandum, dan ketika mentari mulai menyapa, kita berdua diberi tugas oleh ayah, yang pertama kakak ku, mengurusi ladang gandum, dan khusus aku menaungi tugas perairan ladang. Hari itu sangat cerah tak seperti biasanya selalu mendung pekat, dan awan- awan menari di langit yang elok nan biru. Kicauan burung menyambut semangat pagi kali ini, sudah semestinya aku bergerak dengan lebih cepat, tetapi aku membuat kekonyolan tadi malam, gandum yang seharusnya dipanen terbakar habis, gara- gara aku lupa mematikan putung rokok ketika jaga malam di ladang dan mesin dari penggilingan masih menyala. Semua terbakara ludes ditelan geraham api membahana, penyesalan kerap kali terbesit, tapi nasi sudah menjadi bubur.

Gert, pergilah kau.. kerjamu tak becus, gini hasil ladang telah hangus, kita mau makan apa?, Apa kah kau pernah berfikir?, Kerjamu kebanyakan tidur dengan santai.. pergilah tak sudi aku melihat raut wajahmu" Ayah memaki- maki diriku, dengan penuh emosional, kakak pun memalingkan wajahnya dariku, seolah mereka semua, menyalahkan aku atas kejadian ini.

Kini sesal harapku, aku pergi membawa seluruh barang- barang yang aku punya, pergi merantau menelusuri hutan lebat dibalik desa ini. Mentari semakin menjulang diatas kepala, terik panas menyambar tubuh ini, eluh keringat bercucuran, tak tahu harus melangkah dengan pasti, sepanjang jalan hanya mendekap sesal. "Aku tahu selama ini, aku hanya memberatkan mereka berdua, bernaung dengan kenikmatan saja, aku memang pemuda yang sedikit malas, tetapi ah sudah, tidak usah menyalahkan diri sendiri atau siapa pun, lebih baik pergi dan mencari pengalaman di luar kota ini."
         

Setelah menelusuri jalan setapak yang panjang di ujung hutan terlihat akan sebuah pelangi yang mencorong menerka kedua mataku, hati ini serasa ingin berlari menemui pelangi tersebut, dan tidak diduga- duga, air terjun yang memantulkan pelangi tersebut, dengan bulir- bulir air yang teduh, dan aroma yang menenangkan, air terjun itu terletak disebelah jalan, kemudian aku mendekat dan menyusuri tempat itu, sebongkah liontin perak bermata berlian terlihat berkilap- kilap, aku mengambilnya dan melihatnya seperti sesuatu yang tak asing. 

Kemudian aku membasuh liontin tersebut dengan air, membersihkanya dari tanah yang menggumpal, dan aku berbalik badan ke jalan "Gubrak....." Aku terjatuh, liontin itu terlempar jauh disebelah kiri jalan, sosok gadis dengan rambut terurai berwarna hitam, dengan memakai gaun era imperium Raja George III yang dulu berkuasa. Tiba- tiba membelakangiku, dan turun dari kuda kendaraanya, dan mengulurkan tanganya kepadaku, mata yang hitam molek berbinar, wajah yang teduh seperti halnya taman berbunga yang menyajikan beberagam bunga dhelpinium, dan lily merebak diwajahnya, senyumnya yang menusuk jantung ini berdebar- debar tanpa banyak minta aku meraih tangan yang halus itu, dan dia mengatakan dengan suara yang lembut, lebih lembut dari adonan kue muffin.
 

"Apakah kamu baik- baik saja?".
"Hmm.. gak papa, ini hanya persoalan kecil kok, siapa kau? bajumu begitu asing bagiku, darimana?
"Hem aku diana, aku mau bercerita, sebenarnya.. aku dari..". 

Cerita sang puteri dimulai di negeri Anaxalaria, sebuah negeri yang sentosa, hijau pohon merebak, bunga- bunganya berwarna warni pernak- perni perhiasan menancap di daunya, gedung- gedung tinggi seperi gedung kosmopolitan, kendaraan negeri tersebut adalah kuda perak yang melejit cepat sejauh kilat menyambar, pemimpin dari negeri tersebut bernama SIR Aquinas, seperti negeri dongen tapi begitulah cerita sang putri. 

Negeri tersebut konon setelah kematian Raja Ke- VI. Yakni SIR Aquinas sendiri, menurut kitab suci Phenomeneus, kitab suci agama negeri tersebut, yang menyembah ""(Asvast) Tuhan tertinggi dari segalanya, seperti halnya monotoism, tetapi dalam kitab suci tersebut dikisahkan bahwa "Negeri akan terlanda bencana bilamana sang raja tidak memberikan pengetahuan agama, kepada anak puteranya secara biologis, dan menjadikan dia menjadi pemimpin". Kegelisahan dirasakan Sang Raja, bahwa selama ini ia hanya memiliki 3 puteri, yang pertama Puteri Rosalin, Puteri Evelin, Putri Diana. 

Ketiga putrinya memiliki berbagai karakter dan kebiasaan yang berbeda, Jika puteri rosalin ia cenderung identik seseorang yang perfeksionis, dan penyuka kegelapan, tak menyukai hal- hal yang berbau kerajaanya, ia lebih suka menyendiri ditemani beberapa prajurit untuk menemani sang putri semedi di hutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun