Mohon tunggu...
Kris Monita
Kris Monita Mohon Tunggu... Lainnya - -

Kris Monita, S1 Ekonomi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Waspadai Dampak Kekeringan di China terhadap Perekonomian Indonesia

26 Agustus 2022   14:18 Diperbarui: 30 Agustus 2022   08:44 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekeringan di China telah berdampak ke produksi pertanian hingga ke aktivitas industri yang terganggu. Sehingga, perlu diwaspadai oleh Indonesia.(Duc Nguyen Van/Pixabay)

Pemerintah China telah mengeluarkan peringatan kekeringan pada Jumat (19/08/2022) terkait gelombang panas yang berkepanjangan dan parah di Barat Daya China, dengan penduduk yang padat dan diperkirakan akan berlajut hingga September 2022. 

Perubahan iklim yang terjadi di China telah membuat negara tersebut mengalami kekeringan yang parah. Pada Minggu (21/08/2022), pemerintah provinsi telah merevisi kondisi tersebut dari tingkat peringatan tinggi menjadi "sangat parah". 

Pasalnya, suhu di China sudah mencapai lebih dari 40 derajat Celcius dan bahkan sudah mencapai 45 derajat Celcius. Kekeringan ini telah mempengaruhi 2,46 juta orang, 2,2 juta Hektare lahan pertanian, dan lebih dari 780.000 orang membutuhkan dukungan pemerintah akibat kekeringan tersebut.

Kondisi kekeringan di China tersebut telah berdampak ke produksi pertanian hingga ke aktivitas industrinya yang terganggu. Hal ini tentu perlu diwaspadai oleh Indonesia, mengingat China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Berikut merupakan hal yang harus diwaspadai dari kekeringan di China:

Pangan, kekeringan tersebut membuat pertanian di negara tirai bambu terganggu. Pemerintah China telah memperingatkan bahwa tanah yang terlalu kering mempengaruhi 88.000 Hektare gandum musim gugur. 

Pasalnya, China merupakan negara penghasil gandum terbesar di dunia, dengan produksi lebih dari 2,4 miliar ton gandum dalam 20 tahun terakhir atau sebesar 17% dari total produksi. 

Selain itu, China juga merupakan konsumen gandum terbesar di dunia, di mana pada tahun 2020/2021 konsumsi gandum China mencapai 19% dari total konsumsi global. 

Dengan demikian, kondisi tersebut akan memicu terjadinya peningkatan permintaan serta penurunan supply dari China, sehingga harga gandum global berpotensi naik. Tidak menutup kemungkinan harga produk turunan gandum seperti mie instan dan tepung terigu juga ikut naik.

Selain gandum, kedelai dan beras yang mendekati musim panen juga mendapatkan peringatan dari kekeringan tersebut, pasalnya kedua komoditas tersebut merupakan tanaman intensif air. 

Selain itu, China juga merupakan negara produsen kedelai ke empat terbanyak di dunia (2021/2022), dengan produksi sebesar 18,1 juta metrik ton atau 4,7% total produksi dunia. Hal ini seiring dengan konsumsi kedelai China yang tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun