Ada yang menarik dalam momen puasa yang saya jalani bersama umat Katolik lain pada tahun ini. Hal menarik itu adalah menjalani masa berpuasa bersama-sama di bulan Maret ini bersama dengan saudara-saudara muslim dengan caranya masing-masing. Bagi umat Katolik, masa berpuasa masih berlangsung hingga 19 April 2025 mendatang, sedangkan mereka akan mengakhirinya pada akhir bulan Maret 2025 ini.Â
Dalam perjalanan di Commuter Line tadi siang, saya mengamati banyak orang yang lalu lalang di stasiun. Begitu pula dengan gerbong kereta yang penuh sesak dengan penumpang. Saya berdiri di dekat pintu keluar dan di belakang saya terdengar pembicaraan terkait puasa.Â
Saya mendengar salah seorang bertanya kepada temannya sambil tertawa, tentang tujuan berpuasa. Sejenak saya mulai berkonsentrasi untuk mendengar karena penasaran akan jawaban yang akan diberikan. Saya mendengar jawaban tentang tujuan berpuasa adalah mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa dan berusaha mengendalikan diri dari hawa nafsu duniawi.
Dalam hati saya setuju dengan jawaban itu. Masa berpuasa memang tidak sekedar menahan keinginan untuk makan dan memenuhi kebutuhan jasmani lainnya. Masa berpuasa hanya salah satu cara untu belajar mengendalikan diri. Tapi, lebih jauh dari itu bukan sekedar mampu mengendalikan diri dalam waktu tertentu saja, tetapi mencapai tujuan yaitu perubahan sikap atau memiliki "hidup baru."Â
Baca juga:Â Pola Asuh Anak Lintas Generasi: Apa yang Berubah Dulu dan Sekarang?
Kisah "Anak yang Hilang"
Saya pun teringat pada salah satu kisah fenomenal tentang seorang bapak dan dua anaknya. Â Kisah itu tentang seorang bapak yang kaya raya dan memiliki dua orang anak laki-laki. Â
Suatu ketika, anak yang bungsu meminta bagian warisannya kepada bapaknya sebelum waktunya. Dalam aturan tradisional, tindakan anak bungsu seperti ini dianggap tindakan tidak hormat kepada orang tua. Tindakan itu sama artinya mengharapkan atau menganggap orangtuanya tiada.
Sang Bapak tentu saja merasa sedih dengan perilaku anak bungsunya ini. Namun, kasihnya yang besar lebih dominan sehingga ia pun mengabulkan permintaan anak bungsunya itu.Â
Setelah menerima bagian warisannya, ia pun pergi ke negeri jauh. Di sana ia hidup berfoya-foya, berjudi, dan bertindak asusila. untuk hidup boros. Singkat cerita, habislah harta warisannya itu, lalu ia jatuh miskin. Di tengah kemiskinannya itu, ia bahkan tidak mampu mendapatkan makanan untuk dirinya sendiri dan tidak punya tempat tinggal.Â