Mohon tunggu...
Kris Ibu
Kris Ibu Mohon Tunggu... Penulis - Sementara bergulat

Mulailah dengan kata. Sebab, pada mulanya adalah kata.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hati-hati "Serangan fajar"

17 Maret 2019   11:21 Diperbarui: 17 Maret 2019   11:54 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu dan Pileg sudah di depan mata. Lagi beberapa hari lagi. Sudah barang tentu, setiap calon yang berkontestasi sudah menyiapkan berbagai taktik dan strategi untuk memenangkan kontestasi lima tahunan ini. Misalnya, blusukan ke daerah-daerah terpencil atau kumuh, mengadakan sosialisasi atau kampanye massal, atau kegiatan kreatif lainnya. 

Semua itu dilakukan demi mendulang suara dan menaikkan elektabilitas calon tertentu. Hal itu biasa dalam kancah perpolitikan. Bahwasanya, untuk meyakinkan pemilih, sang calon mesti "turun dari menara gading" atau kemapanan dirinya dan menjumpai orang-orang di berbagai basis pemilihannya. Sah-sah saja.

Meski demikian, tak dapat dimungkiri, ketika sang calon masih menjadi sama seperti kita (masyarakat sipil) atau belum terjun dalam kontestasi politik ini, mereka belum tentu terjun atau turba untuk mengunjungi masyarakat kecil. Mereka bisa saja malas, atau bahkan merasa risih bila bertemu masyarakat kecil dan terpinggirkan.

Pembalikkan jati diri justru terjadi ketika mereka terjun dalam politik praktis, menjadi calon kepala daerah atau sejenisnya. Tidak apa-apa. Itulah dinamika politik kita.

Namun, ada satu hal penting yang mesti menjadi perhatian kita bersama dan menjadi fokus tulisan ini. Hal itu adalah "serangan fajar".

Serangan ini biasa dilakukan ketika detik-detik pemilihan sudah di depan mata. Hari H-nya (pencoblosan) sudah hampir tiba. Biasanya, "serangan fajar" ini dilakukan baik secara terang-terangan maupun terselubung. Wujud konkritnya adalah pembagian uang, sembako, dan masih banyak lagi. Semacam ada sistem penyogokan yang dilakukan oleh sang calon kepada konstituennya.

Oleh karena itu, menaggapi hal ini, sebagai masyarakat sipil, kita mesti hati-hati. Wujud nyata dari kehati-hatian di sini digolongkan menjadi beberapa bagian, di antaranya:

1. Kita tidak boleh termakan bujuk rayu calon tertentu ketika ia dengan sengaja memberikan sumbangan dalam rupa apapun dengan maksud memilih dan mencoblosnya pada hari H.

2. Ketika dunia semakin didominasi oleh konsumerisme dan materialisme, banyak orang memilih untuk mengagungkan materi (uang) di atas segalanya. Akibatnya, orang menjadi tidak kritis dan menerima begitu saja 'uang gelap' yang diberikan oleh para oknum calon. Pemikiran dan paradigma seperti ini mesti diubah. 

Hal ini penting, agar calon yang nantinya terpilih sungguh berasal dari hati nurani lewat penyaring rasional yakni akal budi. Sudah pasti, hal ini bisa dilihat dari program-program yang diajukan dan keyakinan bahwa calon tersebut dapat bekerja untuk kepentingan banyak orang, bukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya

Tentu setiap orang dapat memberikan klasifikasi mengenai makna "hati-hati" dari ulasan ini. Namun, secara umum, saya kira kita sependapat dengan dua unsur di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun