Mengapa kita perlu bicara tentang self-love di Hari Kartini?Â
Selama ini, Kartini dikenal luas sebagai tokoh perjuangan emansipasi perempuan dan pelopor pendidikan bagi kaum perempuan. Namun, di balik peran besarnya untuk masyarakat, ada sisi personal Kartini yang jarang disorot: bagaimana ia mencintai dirinya sendiri melalui tulisan-tulisan penuh refleksi, keberanian untuk bermimpi, dan tekad untuk terus berpikir kritis di tengah keterbatasan zaman.
Di masa kini, banyak perempuan masih bergumul dengan tekanan sosial---dari standar kecantikan yang tak realistis, ekspektasi untuk selalu tampil kuat, hingga tuntutan harus "sempurna" di berbagai peran. Padahal, seperti Kartini, mencintai diri sendiri adalah fondasi untuk tetap waras, kuat, dan terus melangkah.
Lalu, apa sebenarnya makna self-love bagi perempuan zaman sekarang?
Kartini dan Self-Love dalam Surat-Suratnya
"Saya mau... saya mau bekerja, saya mau berguna, supaya saya boleh hidup." -- R.A. Kartini, 4 Oktober 1901, kepada Nyonya Abendanon.
Kartini bukan hanya seorang pemikir dan pejuang pendidikan, tapi juga perempuan muda yang bergulat dengan luka batin, kesepian, dan kegelisahan atas ketidakadilan yang ia saksikan dan rasakan.Â
Dalam surat-suratnya, ia kerap mencurahkan isi hatinya dengan kejujuran yang menyentuh. Ia berbicara tentang rasa tertekan karena adat, keinginannya untuk menuntut ilmu, dan impiannya agar perempuan tak lagi dipinggirkan.
"Gelap benar masa yang telah kulalui itu, gelap sekali, hingga kadang-kadang saya berputus asa... Akan tetapi, matahari tetap bersinar." -- R.A. Kartini
Kutipan ini bukan sekadar curahan hati, tapi juga cerminan kekuatan batin Kartini. Ia tak menutup-nutupi rasa putus asa, namun tetap menyisakan ruang bagi harapan. Menulis bagi Kartini adalah ruang untuk bernapas, untuk berdialog dengan diri sendiri, dan untuk tetap menjaga nyala mimpinya agar tak padam di tengah gelapnya zaman.