Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Mengadu Soal Guru? Jangan Langsung Bereaksi, Bangun Resiliensi!

11 Maret 2025   10:28 Diperbarui: 18 Maret 2025   09:34 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Sumber: istockphoto

"Apakah setiap aduan anak tentang gurunya berarti sang guru bersalah?"
Di era sekarang, semakin banyak orangtua yang langsung membela anaknya ketika mereka mengadu tentang guru yang mendisiplinkan. Tanpa mencari tahu lebih dalam, banyak yang buru-buru bereaksi, bahkan sampai membawa masalah ini ke media sosial atau menuntut sekolah. Padahal, tidak semua teguran atau disiplin dari guru merupakan bentuk ketidakadilan---justru bisa menjadi bagian dari proses pembelajaran karakter bagi anak.

Penting bagi orangtua untuk memahami konteks sebelum bereaksi berlebihan. Jika setiap ketidaknyamanan di sekolah direspons dengan sikap protektif tanpa memberi ruang bagi anak untuk belajar menghadapi tantangan, bagaimana mereka bisa mengembangkan ketahanan mental dan emosional?

Di sinilah peran orangtua menjadi krusial, bukan hanya sebagai pelindung, tetapi juga sebagai pembimbing yang membantu anak membangun resiliensi. Bukan dengan menghindarkan mereka dari setiap kesulitan, melainkan dengan membekali mereka kemampuan untuk menghadapinya.

Mengapa Anak Mengadu?

Saat anak pulang dengan wajah murung dan menceritakan kejadian di sekolah, wajar jika orangtua merasa khawatir. Namun, sebelum bereaksi berlebihan, penting untuk memahami alasan di balik aduan mereka.

Anak sering kali mengadu karena mereka membutuhkan tempat bercerita dan mencari dukungan emosional. Sekolah adalah lingkungan yang penuh dengan aturan, tantangan, dan interaksi sosial yang beragam. Saat mereka merasa ditegur atau didisiplinkan oleh guru, bukan berarti mereka mengalami ketidakadilan---bisa jadi mereka hanya merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut.

Tentu saja, ada kasus di mana intervensi orangtua diperlukan, misalnya jika terjadi perlakuan yang tidak adil atau melampaui batas disiplin yang wajar. Namun, banyak juga situasi yang sebenarnya merupakan bagian dari proses pembelajaran. Menghadapi teguran, memahami konsekuensi, dan belajar dari kesalahan adalah pengalaman berharga yang membantu anak berkembang secara mental dan emosional.

Sebagai orangtua, penting untuk bisa membedakan antara aduan yang memang perlu ditindaklanjuti dan aduan yang sekadar bentuk luapan emosi anak yang masih belajar menghadapi dunia nyata. Jangan sampai setiap keluhan langsung direspons dengan kemarahan kepada guru, karena ini bisa menghambat anak dalam membangun ketahanan diri.

Beda Disiplin dan Kekerasan: Jangan Sampai Salah Paham

Saat anak mengadu bahwa gurunya menegur atau memberi hukuman, pertanyaan pertama yang perlu kita ajukan sebagai orangtua adalah: "Apakah ini bentuk disiplin yang wajar atau sudah masuk kategori kekerasan?"

Disiplin di sekolah bertujuan untuk membentuk karakter, bukan untuk menyakiti. Guru memiliki peran mendidik, termasuk menanamkan nilai-nilai tanggung jawab, kedisiplinan, dan etika melalui berbagai cara. Namun, terkadang anak merasa tidak nyaman dengan proses ini dan menganggapnya sebagai sesuatu yang 'kejam', padahal sejatinya itu adalah bagian dari pembelajaran.

Untuk membedakan antara disiplin yang wajar dan tindakan yang tidak pantas, berikut beberapa indikatornya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun