Mohon tunggu...
Kris Hadiwiardjo
Kris Hadiwiardjo Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Penulis adalah peminat bidang teknologi, Komputer, Artificial Intelligence, Psikologi dan masalah masalah sosial politik yang menjadi perbincangan umum serta melakukan berbagai training yang bekenaan dengan self improvement, human development dan pendidikan umum berkelanjutan bagi lanjut usia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat Bisu

9 Oktober 2024   11:15 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:18 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SURAT BISU

Di antara hening, kau titipkan surat ini,  
Satu lembar kertas, merobek semua janji.  
Hatiku terhenti, tak percaya dengan kata,  
Mengapa semua ini berakhir tanpa suara?

Telah ku serahkan segalanya, cinta dan harapan,  
Namun di ujung cerita, kau pilih pergi dengan alasan.  
Kau tuliskan kata-kata, seakan menggenggam pisau,  
Menusuk dalam jiwa, menghancurkan apa yang kau tahu.

Di luar, langit mendung, seolah merasakan,  
Badai mengamuk, seperti jiwaku yang bergejolak.  
Aku ingin berteriak pada angin dan ombak,  
"Kenapa harus begini? Mengapa kau pergi tanpa jejak?"

Kau tak tahu, surat ini adalah beban,  
Setiap hurufnya mengingatkan pada kenangan.  
Air mata mengalir, mengganti deru hujan,  
Seakan semesta pun merasakan kepedihan.

Aku menatap lautan yang liar dan ganas,  
Kekacauan ini, takkan pernah terbayang olehku.  
Mendapatkan kepastian dari badai yang menerjang,  
Namun semua hanya menyisakan keheningan yang menekan.

Kepada langit, aku menantang untuk berbicara,  
"Mengapa semua ini terjadi? Di mana cinta kita?"  
Namun tak ada jawaban, hanya sunyi yang menganga,  
Menelusuri relung hati yang hancur dan remuk redam.

Kini, di hadapan surat ini, aku berjuang,  
Menghadapi kenyataan yang kian menyesakkan.  
Satu lembar kertas bisa menghapus cinta yang ada,  
Hati ini kini kosong, terjebak dalam luka dan rasa.

Di tengah badai, aku berseru tanpa suara,  
Menghadapi segala kepedihan, tanpa siapa pun mendengar.  
Satu surat, satu pilihan, mengubah segalanya,  
Dan aku terdampar, dalam kesunyian yang tak terhingga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun