Mohon tunggu...
rizqa lahuddin
rizqa lahuddin Mohon Tunggu... Auditor - rizqa lahuddin

hitam ya hitam, putih ya putih.. hitam bukanlah abu2 paling tua begitu juga putih, bukanlah abu2 paling muda..

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Benarkah Pajak Untuk Penulis Terlalu Besar?

8 September 2017   20:00 Diperbarui: 8 September 2017   20:06 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Direktorat Jenderal Pajak, sepertinya belakangan ini sedang asyik-asyiknya bermasalah dengan selebritis. Setelah cerita tentang Raffy Ahmad dan mobil mewahnya, sekarang giliran Tere Leye mempermasalahkan soal royaltinya yang buat dia dipotong pajak terlalu besar.

Beberapa tulisan di Kompasiana juga banyak yang membahas masalah ini. Sampai-sampai Dewi Lestari atau terkenal dengan nama pena Dee ini mulai membahas hal yang sama. Lalu benarkah pajak atas royalti ini terlalu besar? Tepatkah argumen Tere Leye? Bagaimana kita sebagai masyarakat awam yang menanggapinya?

Mengenal apa itu penghasilan

Berhubung yang diributkan oleh penulis-penulis ini adalah Pajak Penghasilan, atau biasa disingkat PPh, (bukan Pajak Royalti, karena istilah ini sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah Pajak Penghasilan atas Royalti). Penghasilan dalam bahasa mudah adalah semua tambahan ekonomis, dari sumber apapun, termasuk royalti. Tentu saja, menerima royalti bagi seorang penulis ibarat gajiannya orang kantoran atau barangnya laku dibeli oleh agan-agan penjual barang di online shop.

Penghasilan bisa berasal dari berbagai sumber, kadang-kadang bisa sangat luas, tetapi supaya gampang kita bagi dua saja sesuai istilah ekonomi yang umum yaitu "aktive income" dan "passive income". Passive income, artinya untuk mendapatkan penghasilan tersebut, seseorang tidak perlu bekerja atau menjual sesuatu. Misalnya juragan kos-kosan, rental mobil, nasabah yang memiliki deposito di bank, minjemin duid ke orang tapi minta bunga, punya ruko yang disewakan dan sebagainya.

Kalau aktive income kebalikannya. Untuk memiliki penghasilan tersebut, seseorang harus bekerja, berdagang, menjual jasa dan sejenisnya. Pendapatan dokter tergantung dari seberapa banyak pasien yang dia tangani dalam sehari. Pedagang bakso bergantung dari berapa mangkok bakso nya yang terjual hari ini dan rasa masakannya. Dalam bahasa yang sederhana, untuk mendapatkan "active income", seseorang memerlukan biaya. Biar dapat duid, orang perlu mengeluarkan duid. Kalau karyawan berarti untuk mendapatkan gaji, dia harus mengeluarkan biaya transport dari rumah ke tempat kerja, uang untuk makan, biaya berobat kalau sakit, dan lain-lain.

Hal tersebut berbeda dengan passive income. Sama-sama punya uang 1 milliar, jika anda depositokan ke bank yg memberikan bunga 5% setahun, maka dalam setahun uang anda akan menjadi 1 milliar 50 juta. Tidak perlu melakukan apapun, tiba-tiba dapat penghasilan 50 juta. Tetapi jika uang tersebut anda gunakan untuk modal usaha, belum tentu dalam satu tahun sudah balik modal. Jikapun iya, bisa jadi keuntungannya tidak sampai 50 juta tapi bisa juga lebih. Tergantung bagaimana si pengusaha mengelolanya, dan inilah yang dinamakan aktive income.

Pajak Atas Passive Income

Karena sifat "passive income" yang lebih minim resiko inilah, jika diperhatikan, pajak atas "passive income" di indonesia dikenakan lebih besar daripada "active income". Contohnya antara lain sebagai berikut:

  • Pajak Penghasilan atas persewaan tanah atau bangunan. Tarifnya adalah 10% dari nilai sewanya. Jadi jika Kompasianer memiliki rumah atau ruko yang dikontrakkan sebesar Rp. 50.000.000 setahun, maka wajib membayar pajak penghasilan sebesar Rp. 5.000.000 dari pendapatan atas sewa tersebut.
  • Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito, Tarifnya adalah 20% dari bunga yang didapatkan dari bank. Jadi dengan contoh mendapatkan buang deposito Rp. 50.000.000, maka pihak bank akan memotong Rp. 10.000.000 sehingga yang diterima bersih adalah Rp. 40.000.000
  • Pajak Penghasilan atas royalti, sebagaimana yang sedang dibahas, tarifnya adalah 15% dari royalti yang diterima.
  • Pajak Penghasilan atas Bunga, tarifnya juga sekitar 15%.

Passive Income bisa dibilang sangat minim resiko. Jadi kemungkinan gagalnya relatif kecil. Inilah yang menyebabkan buku-buku bertema bagaimana mendapatkan "passive income" laris di pasaran. Sebagai pembanding, rata-rata tarif pajak penghasilan bersifat aktive income adalah 5% untuk perorangan dan 12,5% untuk badan usaha. Bandingkan dengan tarif passive income diatas.

Bahkan, Pajak Penghasilan atas Hadiah pun dibedakan antara "passive income" dan "active income". Pajak hadiah yang bersifat undian, misalnya yang sering dilakukan oleh bank-bank, atau saat menelepon kuis di stasiun televisi, merupakan passive income dan pajaknya sebesar 25%. Sedangkan jika hadiah tersebut merupakan hadiah perlombaan atau kompetisi, misalnya lomba lari marathon, atau hadiah Liga Sepakbola, maka pajak penghasilannya adalah 5% jika penerimanya adalah perorangan dengan hadiah dibawah 50 juta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun