Mohon tunggu...
Adi Arifin
Adi Arifin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biasa-biasa saja.

Seperti banyak orang lain, ada banyak hal yang saya gemari di dunia ini. Dari sekian banyak itu, yang kedua adalah kopi. Mungkin akan ada banyak tulisan mengenai kecintaan saya terhadap kopi. Tapi sesuka apapun, kopi bukanlah satu-satunya biji di dunia ini. Jadi pastilah ada banyak juga yang tiba-tiba melintas di kepala saya saat saya iseng mengetik. Sebagai seorang lelaki biasa, pastilah wanita berada di urutan pertama. Tapi sepertinya itu terlalu mainstream, pria (normal) rasanya sama semua. Mungkin itu makanya lebih sering nggak kesebut. Kunjungi blog pribadi saya https://kopipait.web.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pamer Kekonyolan Ala Cagub DKI

12 Oktober 2016   10:55 Diperbarui: 12 Oktober 2016   11:14 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik menelisik pernyataan salah satu Cagub DKI Sandi Uno soal harga daging sapi di Jakarta yang dikatakannya lebih mahal dari Singapura yang kemudian diikuti dengan tudingan halus "Konyol nggak tuh ..." Sebetulnya sih nggak halus ya. Kasar. Sangat kasar. Hanya saja cara menyampaikannya tidak dengan teriakan tapi dengan bisikan lembut. Tapi tetap saja kasar. Kalau saya pribadi, untuk menyampaikan pesan yang sama mungkin akan menggunakan kalimat ini: "Ahok itu konyol, gak berbuat apa-apa padahal harga daging sapi di Jakarta lebih mahal dari Singapura." Lalu apa namanya seorang yang memanipulasi kekasaran dengan memutar balik kata-kata sehingga terkesan lembut? Ngubek-ngubek kosakata di dalam kepala saya menemukan kata "munafik".

Tapi mari kembali ke soal konyolnya itu. 

Jakarta itu meskipun besar tapi tetap saja sebuah kota, bukan negara. Mari dibalik. Singapura itu meskipun kecil sebuah negara. Ahok itu "hanya" seorang gubernur, bukan presiden. Perlukah lebih banyak kata-kata untuk membandingkan kekuasaan PM Singapura dan Gubernur DKI Jakarta? Rasanya tidak ya. Membandingkan Jakarta dengan Singapura itu konyol. Membandingkan antara PM Lee Hsien Loong dengan Ahok itu juga konyol. Dalam bahasa anak-anak alay sekarang yang ada di kepala saja justru "Maksot looo?" Apa perlu sekolah tinggi-tinggi sampai ke Amerika Serikat untuk memahami bahwa yang setara dengan PM Lee itu Presiden Jokowi, bukan Ahok? Jangan-jangan saat Sandi Uno rela "turun tahta" dari Cagub jadi Cawagub dia berfikir "Ya lumayan lah toh meskipun Wagub nanti bisa saya rasa-rasa seperti Wapres ..."

Lalu kepakarannya tentang ekonomi yang teruji dengan kesuksesannya di dunia bisnis itu, apakah "nggak nyampe" untuk memahami aplikasi hukum ekonomi dalam perdagangan sederhana sekelas Pasar Kramat Jati? Berapa harga jual sapi hidup per kilogram di Nusa Tenggara sana? Berapa ongkos angkutnya ke Jakarta? Berapa banyak kehilangan bobot per ekor sapi setelah perjalanan ribuan kilometer itu? Per kilo hidup itu jadi konversinya jadi berapa ons daging? Jadi berapa harga pokok per kilo daging sapi itu di Jakarta? Pedagang juga harus untung kan? Apa supaya nggak konyol pedagang nggak boleh untung? Apa supaya nggak konyol sapi dari Nusa Tenggara itu disuruh berenang saja? Atau supaya nggak konyol itu Lapangan Monas diubah jadi peternakan sapi saja supaya Pemda DKI bisa ternak sapi sendiri sehingga harganya bisa dia atur sendiri? Sungguh konyol Ahok ini.

Buat saya, sangat-sangat mengherankan, koq ya kepikir. Apakah tidak ada kekurangan Ahok yang bisa dieksploitasi supaya saat menuding Ahok konyol, memang secara logika kelihatan jelas kekonyolannya? Saya sendiri memang nggak liat sih. Tapi yang namanya tim sukses kan mestinya lebih jeli dari orang biasa kayak saya dong. Untuk kali ini, saya tidak melihat serangan Sandi Uno ini telak memukul Ahok sehingga menambah poin 1 - 0. Justru sebaliknya, dia yang mukul koq ya dia yang nyungsep. Konyol sekali ... luar biasa konyol.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun