Mohon tunggu...
Adi Arifin
Adi Arifin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biasa-biasa saja.

Seperti banyak orang lain, ada banyak hal yang saya gemari di dunia ini. Dari sekian banyak itu, yang kedua adalah kopi. Mungkin akan ada banyak tulisan mengenai kecintaan saya terhadap kopi. Tapi sesuka apapun, kopi bukanlah satu-satunya biji di dunia ini. Jadi pastilah ada banyak juga yang tiba-tiba melintas di kepala saya saat saya iseng mengetik. Sebagai seorang lelaki biasa, pastilah wanita berada di urutan pertama. Tapi sepertinya itu terlalu mainstream, pria (normal) rasanya sama semua. Mungkin itu makanya lebih sering nggak kesebut. Kunjungi blog pribadi saya https://kopipait.web.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Siapa Bilang "Tukang Website" Nggak Laku

6 Mei 2018   23:17 Diperbarui: 6 Mei 2018   23:28 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan teman yang masing menggeluti profesi yang sempat juga saya geluti, tukang website. Istilah saja saja sih ya. Keren-kerenannya bisa macem-macem. Web designer, web developer, web programmer, whatever lah. Tapi bagi saya jusru aneka "jabatan" mentereng itu nggak sepenuhnya mencerminkan profesinya. 

Misalnya saja web designer, kebanyakan orang yang menyebut profesinya sebagai web designer tidak hanya men-design tetapi juga mengimplementasikannya. Jadi kurang lebih superit seorang arsitek yang setelah rancangannya selesai kemudian ikut nembok. Web developer ya sama saja, kebanyakan juga men-design website yang dibangunnya. Web programmer, sebetulnya ini profesi sangat spesifik, membuat aplikasi yang dijalankan secara online melalui jeringan internet, lebih gak nyambung kan.

Cakupan pekerjaan dari profesi ini biasanya pada dasarnya adalah membuat website. Mereka yang berada pada tingkat profesionalisme tinggi biasanya memang membedakan antara designer yang merancang website dan orang yang kemudian mengimplementasikannya, biasanya disebut developer. 

Bahkan fungsi design sendiri acap kali dikerjakan oleh sebuah tim yang masing-masing anggotanya memiliki keahlian tersendiri, ahli estetika, ahli perancangan antar muka, ahli pemasaran, penulis konten, dan sebagainya. Tapi itu kasus papan atas. Kebanyakan kasus ya serabutan. Yang merancang dia, yang mengimplementasikan dia, yang nulis konten dia, yang nyariin foto dia, pokoknya si client nggak mikir apa-apa tau-tau jadi dan hepi.

Saya sempat menulis mengenai obrolan tak sengaja dengan teman saya ini di blog saya. Ini link-nya http://adiarifin.id/jasa-web-design-di-indonesia-nggak-laku-lagi/ Meringkas obrolan panjang itu pada intinya teman saya ini mengeluh bahwa bisnis web-design yang digelutinya semakin mengendor. Sulit mendapat client, bahkan setelah banting-bantingan harga sekalipun. Ada saya tanggapi? Ya pastinya. Apa tanggapan saya? Sudah ditulis di blog saya itu. 

Liat disana saja ya, biar saya nggak usah ngetik ulang. Sebetulnya sih saya tinggal copy-paste saja ya. Ngapain membuat anda bersusah-susah harus mengunjungi blog saya pula. Tapi sebagai praktisi SEO dan digital marketing saya sangat faham buruknya "duplicate content" bagi sebuah website. Hehehe. Ngeles? Jelas!

Tadinya saya sudah melupakan obrolan itu. Sepertinya saya harus minta maaf sama temen saya yang obrolannya saya jadikan bahan tulisan ini. Bukan maksud saya menganggap nggak penting. Tapi ya mau gimana lagi, saya memang sudah lupa sampai tadi membaca berita yang mengagetkan sekaligus menggelikan. 

Konon anggaran pengelolaan website DPRD DKI Jakarta nutuk tahun 2018 itu sebesar 571 juta rupiah. Itu hanya pengelolaan lho ya, bukan membangun website baru lho. Pengelolaan itu dalam bahasa bisnisnya biasa kita sebut maintenance. Nah lho! Temen saya bilang matok harga 2 juta untuk design dan pembngunan sekaligus saja susah. Menurut dia, dan dia validasi dengan bukti, ada banyak yang menawarkan harga hanya 500 ribu saja untuk pekerjaan yang sama.

Dulu saat saya mesih "main" saya mematok sekurang-kurangnya $1000 untuk design dan development, belum content. Maintenance biasanya saya hanya charge $100-$200 per tahun. Nah kalau pengelolaannya saja 571 juta per tahun, saya langsung membayangkan berapa saja kira-kira angka yang akan muncul untuk membuat sebuah website baru. 

Jadi rasa-rasanya apa yang dikatakan teman saya kalau jasa web design itu nggak laku meskipun sudah banting-bantingan harga, salah besar. Dia hanya salah memilih client. Kalau sana dia memilih DPRD DKI sebagai client-nya, tentunya dengan maintenance satu website saja sudah cukup untuk hidup nyaman setahun penuh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun