Mohon tunggu...
Elly Nagasaputra MK CHt
Elly Nagasaputra MK CHt Mohon Tunggu... Administrasi - Konselor Pernikahan dan Keluarga

Konselor Profesional yang menangani konseling diri, konseling pra-nikah, konseling pernikahan, konseling suami istri, konseling perselingkuhan, konseling keluarga. www.konselingkeluarga.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dilema Saat Menjalani Bisnis Bersama Pasangan

3 April 2018   16:15 Diperbarui: 4 April 2018   10:05 1773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suami Istri Bisa Berbisnis Bersama?

Rani (35) dan Toni (35) sudah dua tahun ini menjalankan bisnis kedai kopi. Keputusan Toni berhenti dari pekerjaan setahun lalu adalah keputusan mereka bersama. Semata-mata untuk mengembangkan bisnis kedai kopi yang sudah dirintis Rani terlebih dahulu.

Setelah bergabung, Toni banyak memberikan perubahan-perubahan dalam kedai kopi, termasuk menu minuman yang ditawarkan. Bahkan, Toni sempat belajar menjadi barista, yang biayanya menurut Rani cukup mahal.

Semangat Toni selalu membuat racikan kopi baru di kedai mereka, sebenarnya tidak sejalan dengan prinsip Rani yang justru hanya ingin menjual minuman kopi yang jelas-jelas sudah terbukti menjadi favorit pelanggan kedai kopinya. Gara-gara ini, perbedaan keduanya menjalankan bisnis ini semakin hari semakin meruncing dan membuat mereka kerap berselisih paham hingga memperburuk hubungan pernikahan mereka.

Belum lagi ambisi Toni yang meminjam banyak uang di Bank untuk melakukan berbagai investasi yang menurut Rani sangat berlebihan dan belum tentu bisa menambah keuntungan mereka.

Perbedaan visi misi dimana Rani hanya ingin bisnis kecil yang adem ayem dengan Toni yang sangat ambisi untuk mengembangkan bisnis mereka, kerap menjadi sumber konflik yang tiada habisnya. Ditambah lagi Rani yang sangat "keras dan ketat" kepada karyawan yang berbeda jauh dengan Toni yang sangat merasa perlu membangun kekerabatan yang erat dengan karyawan mereka.

Lain lagi dengan pasangan Siska (33) dan Bayu (38) yang sudah lima tahun berbisnis furniture bersama, yang bahkan sudah mereka rintis sejak masih berpacaran. Dirasakan Siska dan Bayu, bisnis bareng justru membuat hubungan mereka semakin kuat. Passion yang sama sejak pacaran akan nilai-nilai keindahan dari furniture yang mereka ciptakan justru makin menimbulkan keakraban dan kedekakan diantara mereka sehingga mereka memutuskan untuk menikah dan tetap mengembangkan bisnis mereka bersama.

Dua pasangan ini, sama sama membangun bisnis bareng, namun berbeda jauh. Pasangan Toni dan Rani konflik terus dengan bisnis mereka, bahkan sampai  terbawa kerumah hingga membuat relationship mereka runyam. Sedangkan Bayu dan Siska justru adem ayem saja bahkan berbisnis bersama menimbulkan berbagai keseruan baru dalam pernikahan mereka.

Sehingga timbul pertanyaan, kenapa ya? Apakah sebenarnya suami istri tidak masalah untuk membangun bisnis bersama? Atau sebaiknya dihindari saja?

Kembali lagi ke yang sering saya katakan, yaitu semua pasangan adalah unik, semua manusia adalah berbeda dan spesifik. Sehingga ada yang tidak masalah membangun bisnis bersama, justru memperkaya pernikahan mereka. Tapi jangan salah, ada juga pernikahan yang menjadi hancur berantakan karena mereka berbisnis bersama.

Kecocokan Karakter dan Faktor Lainnya

Banyak tentu faktor yang bisa menjadi hal yang cocok atau tidak cocok dalam hal suami istri berbisnis bersama. Salah satunya adalah sebaiknya menilik terlebih dahulu apakah ada kecocokan karakter suami istri.

Dari berbagai kasus yang saya temui di tempat konseling menunjukkan betapa pentingnya memiliki karakter yang cocok dalam menjalankan bisnis ini. Kecocokan chemistry juga. Ada yang cocok chemistry untuk menikah tapi tidak untuk membangun bisnis bersama. Hal itu adalah dua hal berbeda. Jika berbisnis dengan orang lain saja, kita mengutamakan karakter, begitu pula ketika bisnis dengan pasangan.

Kenapa karakternya harus klop? Pasangan yang berbeda karakter dan masing-masing terlalu dominan, umumnya tidak bisa berada dalam satu bisnis yang sama. Karena akan menimbulkan banyak friksi. Istri yang cenderung jauh lebih "smart" dan dominan juga akan bermasalah jika harus partner dengan suami yang cenderung lambat dan "pasif"

Perbedaan-perbedaan yang meruncing ini  pada akhirnya akan menimbulkan masalah dalam pernikahan. Bukannya memperkaya justru membuat runyam pernikahan.

Begitu pula dengan chemistry. Apakah memang ada persamaan visi misi dalam membangun bisnisnya. Orang yang sangat konservatif tentu tidak akan nyaman berbisnis dengan orang yang sangat liberal.

Kenyataannya memang tidak semua pasangan cocok berbisnis bareng. Bisnis adalah bisnis, harus dijalankan secara profesional. Membuat pembagian tugas, job description, pembagian wewenang dan otoritas yang jelas antara suami dan istri di ranah bisnis, penting dilakukan untuk meminimalisir konflik. Dengan pembatasan yang jelas, masing-masing memiliki tanggung jawab dan saling menghargai.

Tapi balik lagi, kalau perbedaan karakternya terlalu runcing, maka pembagian pekerjaan bisa saja tidak berjalan dengan baik. Ujung-ujungnya bisa jadi ribut. Jadi, memang tidak mudah menjalankan bisnis bersama. Tidak semua pasangan bisa membangun bisnis bersama.

Yang juga perlu dipertimbangkan adalah manusia memiliki rasa bosan. Berumah tangga sekaligus bisnis bersama, artinya Anda dan pasangan akan berada dalam lingkungan yang sama selama 24 jam. Bagi pasangan yang memiliki karakter yang cocok, perkawinan mereka justru menjadi lebih seru karena memiliki passion yang sama.

Pasangan Siska dan Bayu misalnya, mereka jadi punya bahan obrolan yang sama, yaitu soal desain. Ini hal yang positif. Bahan atau topik bahasan yang sama bisa membuat komunikasi terjalin baik. Ada sesuatu yang mengikat mereka.

Tapi, bagi pasangan yang tidak bisa menemukan jalan tengah perbedaan mereka dalam bisnis, sebaiknya mulai memikirkan rencana lain, seperti berpisah dalam bisnis. Karena jika bisnis bersama hanya menambah ruwet hubungan pernikahan, ini warning yang harus disadari pasangan.

Paradigma berpikir bahwa "ide bisnis itu dari saya sehingga saya harus lebih berperan karena mengetahui lika-likunya", juga harus bisa diredam. Jika tidak, sebaiknya Anda saja yang berbisnis, jangan melibatkan pasangan. Karena ini dapat menimbulkan friksi yang tak kunjung henti dan sulit.

Bertengkar terus menerus karena bisnis, bisa berdampak pada lunturnya rasa cinta di antara suami istri. Perbedaan-perbedaan tajam, karakter yang sama-sama keras dan tidak mau mengalah, hanya akan menyakiti hati satu sama lain. Jangan sampai pernikahan hancur berantakan karena bisnis. Bisnis berantakan dan pada akhirnya pernikahan juga bisa berantakan.

Jika Anda dan pasangan sedang berbisnis bersama, dan menemukan banyak perbedaan karakter yang sangat mencolok hingga berujung pada tingginya tingkat  konflik, maka sebaiknya Anda bertemu dengan Konselor Pernikahan, untuk menemukan solusi dan mensiasati apa yang harus dilakukan, sebelum pernikahan Anda benar-benar berada di ujung tanduk.

Ingatlah, tujuan Anda dan pasangan berbisnis adalah untuk memiliki penghasilan guna membangun keluarga Anda dan membuat pernikahan Anda semakin membaik tentunya, bukan justru menempatkannya dalam konflik berkepanjangan, bahkan hingga beresiko membahayakan pernikahan itu sendiri.

Salam Sejahtera,

Elly Nagasaputra, MK, CHt

Marriage Counselor & Hypnotherapist

Konseling Keluarga

- healing hearts -- changing life -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun