Mohon tunggu...
Elly Nagasaputra MK CHt
Elly Nagasaputra MK CHt Mohon Tunggu... Administrasi - Konselor Pernikahan dan Keluarga

Konselor Profesional yang menangani konseling diri, konseling pra-nikah, konseling pernikahan, konseling suami istri, konseling perselingkuhan, konseling keluarga. www.konselingkeluarga.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Istri Bersaing dengan Hobi Suami

17 Maret 2018   11:56 Diperbarui: 17 Maret 2018   21:07 1667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: photostock | ISTIMEWA

Me time pasangan
Setahun belakangan ini Adi (40) tergila-gila main sepeda atau gowes istilahnya. Bermula ketika bertemu kembali dengan teman-teman yang sama-sama memiliki hobi gowes di reuni SMA-nya. Sebenarnya sudah sejak lama Adi senang gowes, tapi sejak menikah dengan Rina (39), ia tak lagi melakukan hobinya itu. Selain karena tidak ada waktu, ia juga belum menemukan teman-teman yang satu hobi.

Kini semua kesenangan Adi akan sepeda seperti tersalurkan kembali. Awalnya Adi hanya sesekali meminta izin ke Rina gowes bersama teman-temannya di akhir pekan. Tapi enam bulan belakangan ini, hampir setiap weekend Adi pergi. Hal ini membuat Rina "gerah". Pasalnya tidak hanya menghabiskan waktu dengan gowes, Adi juga telah menghabiskan banyak uang untuk hobinya ini.

Awalnya Rina oke-oke saja untuk hobi Adi ini. Namun belakangan Rina sudah mulai komplain. Ia merasa Adi lebih banyak menghabiskan waktu untuk sepeda daripada dengan Rina dan anak-anaknya.

Gara-gara hobi Adi ini pula mereka jadi kerap bertengkar. Apalagi Adi selalu punya berbagai alasan untuk menolak permintaan Rina yang ingin ikut ketika Adi berkumpul bersama teman-temannya atau gowes ke luar kota.

Sebenarnya seorang suami memiliki suatu hobi tertentu sah-sah saja. Hal ini justru bisa menjadi oase baru yang bisa menyehatkan jiwa dan raganya. Setelah lepas dari masa bersenang-senang di sekolah, kuliah, dan awal bekerja, seorang pria yang kemudian memutuskan untuk menikah akan mulai "dibombardir" dengan berbagai beban kewajiban dan tanggung jawab baru sebagai kepala keluarga. Waktunya pun habis untuk bekerja, membangun karir, mengumpulkan uang, membangun kehidupan keluarga, hingga kewajiban sebagai suami dan ayah seperti mengantar anak dan istri dan berbagai kewajiban lain yang serasa tiada habisnya.

Maka, ketika kehidupannya sudah lebih stabil dan keuangannya juga lebih baik, tak sedikit pria yang kemudian keluar dari impitan tanggung jawab sehari-hari dengan menemukan dan melakukan hobi baru. Bagi pria, hal ini bisa menjadi pelepasan, mengalihkannya dari hal-hal yang serius, sekaligus bersantai.

Ketika ia bertemu dengan komunitas yang memiliki hobi yang sama dan merasa nyaman berkumpul bersama mereka, hal ini akhirnya menjadi me time seorang pria. Me time yang membuat ia sedikit teralihkan dari kewajibannya sebagai suami dan ayah. Namun di lain sisi, ia bisa saja "terbawa" dan menjadi sangat tergila-gila dengan hobinya itu dan akhinya menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman-temannya di komunitas tersebut.

dokpri
dokpri
Ada batasannya
Konsep "me time" baik bagi istri maupun suami seharusnya menjadi nutrisi yang sehat dan menyegarkan bagi jiwa, mental, dan emosional, dan juga menjadi nutrisi yang sehat yang dapat mempererat hubungan pernikahan itu sendiri. Me time yang baik dan benar pada akhirnya harus membuat kontribusi meningkatkan relasi pasangan menjadi lebih baik dan hangat.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pasangan tentang konsep me time ini.

Pertama adalah komunikasi yang sehat. Suami harus bisa mengomunikasikan dengan baik apa saja yang ia lakukan bersama dengan teman-temannya. Selain itu, perlu pula dibicarakan tentang alokasi waktu dan dana. Bagaimana menyiasati antara waktu me time dengan keluarga, tentunya semua harus seimbang.

Kedua adalah keterbukaan. Dalam relasi yang sehat, suami akan bangga dengan aktivitas hobi yang ia lakukan. Jadi, tak ada salahnya sesekali suami mengajak istrinya saat kumpul-kumpul bersama teman-temannya atau saat ia sedang melakukan hobinya. Dengan demikian istri juga bisa kenal dengan teman-teman suami dan tidak lagi curiga. Di lain sisi, istri juga harus tahu diri dan batasannya ketika ia sedang bersama teman-teman suami. Bagaimana harus menjaga diri dan membaur dengan baik.

Ketiga adalah kapabilitas untuk menampung aspirasi kedua belah pihak. Baik suami maupun istri harus bersedia untuk menegosiasikan segala hal, untuk mendapatkan win-win solution dan kenyamanan untuk kedua belah pihak.

Me time seharusnya adalah suatu kegiatan yang positif dan bermanfaat. Bukan sesuatu yang justru merugikan diri sendiri dan keluarga, seperti menjauhkan dari keluarga, membuat konflik dengan pasangan atau membuat keuangan morat-marit. Pertemanan pun harus dipilih yang baik dan nyaman bagi semua pihak, pertemanan yang sehat bagi kedekatan relasi suami istri.

Lantas apakah istri perlu curiga ketika suami selalu menghabiskan waktu bersama teman-temannya melakukan hobinya? Dalam hal ini bukan curiga, tapi lebih tepat adalah waspada. Karena dalam hidup kita harus selalu waspada. Sebagai istri, tidak ada salahnya jika Anda sesekali ikut dalam hobi suami sekaligus mengenal teman-temannya.

Namun sebelum melakukan hal tersebut, ada baiknya bicarakan secara terbuka dengan suami. Pastikan ia setuju Anda ikut serta. Karena jika kondisinya tidak memungkinkan, tapi istri tetap memaksa, ujung-ujungnya justru terjadi konflik. Kembali lagi, dalam hubungan yang sehat, seharusnya seorang suami akan dengan senang hati memperkenalkan hobinya pada pasangannya.

Radar seorang istri harus mulai berjalan jika ternyata suami tidak ingin istrinya ikut sama sekali dalam kegiatannya bersama teman-temannya tersebut. Hal ini bisa menjadi rambu bahwa ada sesuatu yang mungkin ia tutupi. Sudah saatnya Anda melakukan cek dan ricek.

Kondisi seperti ini jika terus berlanjut akan menjadi kerikil dalam pernikahan. Me time yang menimbulkan ketidakharmonisan dengan pasangan, tentu bukan me time yang baik. Tak dipungkiri ada banyak pasangan yang terjebak dengan me time-nya sendiri, sehingga tidak ada lagi waktu untuk pasangan dan keluarga. Bahkan me time yang tidak tepat akan dapat menggangu pula relasi suami istri. Membuat kerap bertengkar dan kehangatan pun mulai hilang dari keluarga.

Tentu jika hal itu terjadi harus ada pembicaraan antara suami dan istri tersebut. Tapi apakah itu mudah? Jika Anda adalah suami atau istri yang sedang mengalami hal tersebut tentu akan menjawab tidak mudah. Yang ditegur tidak akan senang dan dalam banyak kasus juga tidak "rela" untuk melepaskan atau mengurangi exciting-nya pada me time atau pada teman-teman barunya di me time tersebut. Yang ada tidak menemukan solusi tapi justru terus berkonflik karena si suami merasa sangat tidak happy ketika oase kesenangannya terganggu.

Jadi bagaimana? Apakah Anda ingin terus berkonflik di rumah membahas me time suami yang merebut posisi Anda sebagai istri? Atau Anda akan mencari pertolongan ahlinya untuk menemukan solusi permanen atas masalah ini? Menemukan solusi agar suami tetap bisa melakukan me time-nya namun di sisi lain sang istri juga merasa senang dan tidak terintimidasi? Your life ...Your choice....

Salam Sejahtera,

Elly Nagasaputra, MK, CHt
Marriage Counselor & Hypnotherapist

www.konselingkeluarga.com
www.klinikhipnoterapijakarta.com

- healing hearts -- changing life -

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun