Mohon tunggu...
Elly Nagasaputra MK CHt
Elly Nagasaputra MK CHt Mohon Tunggu... Administrasi - Konselor Pernikahan dan Keluarga

Konselor Profesional yang menangani konseling diri, konseling pra-nikah, konseling pernikahan, konseling suami istri, konseling perselingkuhan, konseling keluarga. www.konselingkeluarga.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Apakah Perceraian Bisa Membuat Saya Bahagia?

2 Maret 2018   09:00 Diperbarui: 4 Maret 2018   20:46 4146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi sebuah fenomena yang mengkhawatirkan, ketika angka perceraian di Indonesia diketahui trennya meningkat setiap tahun. Data dari Dirjen Peradilan Agama, Mahkamah Agung pada periode 2014-2016, rata-rata angka perceraian naik 3 persen per tahun.

Media sosial yang lima tahun belakangan ini booming pun dituding menjadi salah satu penyebab perceraian tertinggi di Jakarta, yakni hampir 70% lebih.

Betulkah jadi solusi terbaik? 
Memang, ada berbagai alasan pasangan ingin bercerai mulai dari kurangnya tanggung jawab pada keluarga, masalah ekonomi, hingga kehadiran pihak ketiga. Tapi di balik alasan tersebut, banyak pasangan yang memilih untuk "keluar" dari pernikahannya karena alasan hubungan pernikahan yang sudah tak lagi harmonis. Dalam hal ini rumah tangga menjadi sumber keruwetan dalam hidupnya hingga ia tidak merasa bahagia.

Pertanyaannya, apakah benar bercerai bisa menjadi jalan keluar bagi seseorang yang merasa bertahun-tahun terjebak dalam pernikahan yang membuatnya tidak bahagia?

Ada dua kecenderungan yang terjadi dalam pernikahan masa kini. Pertama, kita hidup di era yang serba cepat, membuat orang cenderung ingin semua serba instan, sehingga muncul generasi yang lebih menghargai hasil daripada proses. Termasuk dalam mencari solusi bagi masalah dalam pernikahannya.

Kedua, banyak orang yang menetapkan bahwa tujuannya menikah adalah untuk mencari bahagia. Maka, ketika mereka masuk dalam pernikahan dan ketika dalam pernikahan tersebut muncul banyak masalah, tidak tahu cara menyelesaikannya, mereka merasa terjebak dan tidak bahagia. Hal tersebut memunculkan pertanyaan, "Buat apa sih saya ada di pernikahan seperti ini?" Bercerai terlihat menjadi opsi yang lebih baik.

Perlu disadari, untuk sukses dalam bidang apapun, perlu adanya suatu rentang waktu, daya juang, dan tahan uji. Hal tersebut berlaku pula dalam pernikahan. Apalagi jika pernikahan tersebut sudah ada anak, maka pernikahan harus diperjuangkan secara maksimal, diusahakan, dan benar-benar difokuskan. Pernikahan membutuhkan dua individu yang sama-sama memiliki mental daya juang tinggi, tidak mudah menyerah, dan tahan ujian, agar bisa memetik buah manisnya.

Banyak pasangan datang ke konselor pernikahan, dan mengeluhkan merasa bertahun-tahun "terjebak" dalam suatu pernikahan yang tidak membahagiakan. Ada yang selama bertahun-tahun tak henti bertengkar terus menerus akan segala hal. Ada istri yang merasa sudah susah payah mengurus keluarga, tidak memikirkan diri sendiri namun merasa senantiasa tidak diacuhkan, dan tidak dicintai suaminya.

Ada suami yang merasa sudah kerja keras mencari nafkah, memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, "berbakti" dan fokus untuk keluarga tapi tetap tidak dihargai oleh pasangannya. Baik suami maupun istri memiliki "versi" mereka sendiri yang pada intinya merasa tidak bahagia di dalam pernikahannya.

photogrid-1519709880963-01-5a9bb0d6cf01b4726f5b5e74.jpeg
photogrid-1519709880963-01-5a9bb0d6cf01b4726f5b5e74.jpeg
Hal ini melelahkan, sehingga mereka akhirnya memilih bercerai agar bisa keluar dari keruwetannya. Ini berarti mereka berharap bisa kembali bahagia. Padahal, perlu dipahami bahwa perceraian bukanlah solusi untuk mencari kebahagiaan. Ketika sebuah pernikahan bermasalah, cerai atau tidak cerai, tidak mengontribusikan pada kebahagiaan.

Bahagia adalah sebuah bentuk emosi yang diberikan Tuhan, seperti halnya senang, marah, kecewa, sedih, dan lainnya. Setiap orang memiliki emosi dan emosi ini tidak pernah stabil, akan berubah-ubah, bisa naik, bisa turun. Jadi tidak mungkin mengharapkan bahagia setiap saat, terus menerus. Ini hanyalah mimpi. Jadi, jika Anda berpikir bahwa dengan bercerai Anda akan bahagia, maka pemikiran ini tidak tepat.

Atasi masalahnya sebelum menyesal
Lalu bagaimana jika ternyata pernikahan Anda memiliki banyak masalah? Maka Anda harus menemukan penyebabnya, dan menerapkan apa solusinya. Kendalanya, kedua belah pihak yang ada di dalam pernikahan sudah berada di lingkaran keruwetan masalah sehingga hampir dipastikan proses mencari akar masalah akan menjadi ajang saling menyalahkan, tanpa menemukan apa inti dan apa akar (core) dari masalahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun