Kompasianer, pernahkah kamu merasa bersalah setelah mengeluarkan uang untuk persiapan menjelang Lebaran?
Mungkin kamu baru saja membeli barang-barang secara impulsif yang tidak terlalu dibutuhkan, atau merasa cemas karena pengeluaran Lebaran kali ini ternyata lebih besar dari yang direncanakan. Nah, perasaan seperti ini sering disebut dengan financial guilt.
Menurut Wiwik Agustina, Kompasianer sekaligus Digital Marketer dan juga seorang financial enthusiast, financial guilt adalah perasaan bersalah yang muncul setelah kita mengeluarkan uang, baik itu untuk membeli barang atau melakukan transaksi tertentu.Â
Pada dasarnya, perasaan ini berkaitan erat dengan bagaimana kita memandang uang dan cara kita memperlakukannya.
Saat kita membahas kondisi keuangan, sebenarnya kita sedang berbicara tentang diri kita sendiri. Perasaan bersalah yang muncul seringkali disebabkan oleh ketidaktahuan kita tentang bagaimana cara kita berhubungan dengan uang atau kurangnya pemahaman tentang diri kita sendiri. Tanpa kita sadari, cara kita mengelola uang bisa mencerminkan karakter dan kepribadian kita.
Lalu, kenapa kok kita bisa merasa guilty setelah mengeluarkan uang?
Wiwik menjelaskan bahwa semua ini berkaitan dengan psikologi kita. Uang itu sendiri bersifat netral; ia tidak baik atau buruk. Yang menentukan apakah uang digunakan dengan bijak atau tidak adalah kita sebagai penggunanya. Jadi, cara kita memperlakukan uang sesungguhnya mencerminkan cara kita melihat diri sendiri dan mengelola hidup kita.
Dalam jangka pendek, perasaan bersalah ini bisa menyebabkan rasa cemas dan menambah masalah keuangan lainnya. Namun, dalam jangka panjang, jika kita terus-menerus merasa guilty, hal ini dapat menghambat pertumbuhan finansial kita.
Jika kita terus-menerus merasa bersalah setiap kali mengeluarkan uang, kita tidak akan bisa melihat uang sebagai alat untuk mencapai tujuan, tetapi justru sebagai beban.
Kompasianer Wiwik mengingatkan bahwa untuk mengatasi permasalahan ini, kita harus memahami sistem yang mendasarinya