"Tradisi intelektual santri adalah menghubungkan yang tradisional dengan yang kontemporer secara terus menerus," tulis Kompasianer Syahirul Alim.
Seorang santri sejati tidak mungkin menutup diri dari mata rantai intelektualitas ini dalam segala sisi kehidupannya. (Baca selengkapnya)
2. Santri Nasional Siap "Go Digital"
Kompasianer Heni Prasetyorini menyadari bila tidak mudah pondok pesantren ini "menembus" dan mau untuk "Go Digital".
"Pertimbangan bahwa internet lebih banyak mudharatnya dan untuk kemudahan membimbing anak di pondok, inilah yang memberikan batas," tulis Kompasianer Heni Prasetyorini.
Namun, ketika datang langsung dan menemui para santri dalam rangka pengambilan data dan praktik belajar justru yang terjadi sebaliknya.
Kompasianer Heni Prasetyorini menyaksikan para santri yang begitu antusias ingin mengetahui lebih jauh dunia digital.
Jika dibagi menjadi 2 permasalahan utamanya yakni akses (terhadap internet) dan perangkat yang tidak memadai, bahkan kurang. (Baca selengkapnya)
3. Santri "Zaman Now" Harus Mampu Melakukan Jihad Milenial
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Karena itulah, tidak sedikit dari orang tua yang memilih menyekolahkan anaknya di pesantren.
Apapun tujuannya, tulis Kompasianer Intan Rahmadewi, si anak diharapkan mempunyai pemahaman agama yang benar, yang mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat begitu pesatnya perkembangan zaman, diharapkan peran santri di era milenial sangat diperlukan.
"Para santri di era milenial harus aktif menebarkan pesan kedamaian di media sosial" tulis Intan Rahmadewi menantang para santri ini.