Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Masalah Kesehatan Mental di Sekitar Kita

15 Oktober 2020   19:40 Diperbarui: 16 Oktober 2020   13:40 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menggambarkan perasaan yang tengah dialami. (sumber: pixabay.com/Tumisu)

Ilustrasi ODGJ | Gambar oleh Ryan McGuire dari Pixabay
Ilustrasi ODGJ | Gambar oleh Ryan McGuire dari Pixabay
Kompasianer Ismuziani Ita menceritakan bagaimana ia mulai bergabung dan terjun langsung menjadi perawat jiwa sejak 2005 di Aceh.

Kita tahu, pada tahun-tahun tersebut, di Aceh baru saja mengalami tragedi besar: tsunami.

Pengalaman saat menjadi Perawat Jiwa di komunitas tentu saja berbeda dengan pengalaman merawat ODGJ di Rumah Sakit Jiwa.

Kompasianer Ismuziani Ita ingat, ketika itu sedang memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Risiko Prilaku Kekerasan (di rumah pasien) dan pasiennya terus saja marah; tidak bisa diam.

Sayangnya orang-orang melihat pekerjaannya itu alih-alih untuk mengkhawatirkan, justru menyakitkan, seperti: Kamu gak takut sama orang gila?

"Jangan sebut mereka gila," sanggahnya pada mereka yang sering bertanya padanya. "Sebut mereka orang dengan gangguan jiwa." (Baca selengkapnya)

5. Jadi Relawan Kok Malah Curhat?

ilustrasi menjadi seorang relawan. (sumber: Thinkstock via kompas.com)
ilustrasi menjadi seorang relawan. (sumber: Thinkstock via kompas.com)
Satu waktu Kompasianer Gones Saptowati dibuat kaget setelah rapat koordinasi di Markas PMI. Temannya menghampir sambil berkata, "Mba, aku mau curhat."

Kompasianer Gones Saptowati paham dari mana permintaan itu berasal, karena sebagai relawan mereka diasumsikan layaknya superhero, penolong bagi umat manusia.

Ya, para relawan ini rela meninggalkan aktivitas kuliah, pekerjaan, keluarga, organisasi yang dinaungi berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan apabila bencana datang.

"Relawan juga sama seperti manusia pada umumnya, Ia memiliki resiko sama besar dengan penyintas pada umumnya," tulis Kompasianer Gones Saptowati.

Pertemuan korban yang mengalami trauma secara intens, beban kerja yang berlebihan serta banyaknya kasus yang harus ditangani bisa berdampak stres pada relawan atau bahkan relawan sendiri bisa mengalami vicarious trauma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun