Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Masalah Kesehatan Mental di Sekitar Kita

15 Oktober 2020   19:40 Diperbarui: 16 Oktober 2020   13:40 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menggambarkan perasaan yang tengah dialami. (sumber: pixabay.com/Tumisu)

Bila merasa ada yang bermasalah dengan kesehatan mental, maka konsultasikan dengan ahlinya, bukan membuat diagnosis sendiri. (Gambar: Freepik/Master1305)
Bila merasa ada yang bermasalah dengan kesehatan mental, maka konsultasikan dengan ahlinya, bukan membuat diagnosis sendiri. (Gambar: Freepik/Master1305)
Rasa-rasanya jika melihat bagaimana cara kita melihat penderita gangguan mental, saat ini, Indonesia bukanlah tempat yang ramah bagi mereka.

Kompasianer S. Leow bahkan menangkap fenomena itu: orang-orang yang memiliki masalah kesehatan mental sering kali didiskreditkan dari lingkungan sosial, pekerjaan, bahkan di dalam lingkungan keluarga.

Namun, sayangnya, ketika isu ini mulai mendapat tempat untuk dibicarakan, baik di ruang publik maupun media sosial, justru dianggap sebagai tren.

"Banyak orang yang dengan gamblangnya mengklaim dirinya mengalami gangguan kesehatan mental. Dengan mudah mendiagnosis dirinya mengidap bipolar hanya karena mengalami perubahan emosi yang mendadak, padahal hanya sedang mood swing saja," tulis Kompasianer S. Leow.

Padahal itu tidak bisa berdasar klaim sendiri. Orang dapat dikatakan mengidap gangguan kesehatan mental setelah mendapat diagnosis dari psikolog atau psikiater. (Baca selengkapnya)

3. Sebuah Nasihat: Jangan Menolong Orang yang Tidak Ingin Ditolong

Ilustrasi menolak meminta bantuan. (sumber: Freepik.com)
Ilustrasi menolak meminta bantuan. (sumber: Freepik.com)
Hubungan antara terapis dan klien ini nantinya akan berdampak pada proses jalannya terapi. Terapis harus menerima klien secara positif dan tanpa syarat serta bersikap empati. Di sisi lain, klien memang bertujuan untuk mencari bantuan.

Itulah relasi yang baik menurut Kompasianer Ardy Firmansyah ketika hendak melakukan konsultasi psikologi.

Akan tetapi yang kerap terjadi justru saat berusaha untuk memberikan nasihat, membantunya sekuat tenaga menolongnya, meluangkan waktu dan semacamnya, respon yang didapat malah diacuhkan.

"Proses terapi psikologi terlaksana memang  karena klien datang untuk mendapatkan bantuan, sehingga terapis bisa menolongnya. Lalu berdiskusi tentang masalah dan apa yang dikehendaki oleh klien untuk mengatasi masalahnya," tulis Kompasianer Ardy Firmansyah.

Oleh karena itu, bukan tidak mungkin, bisa saja pertolongan yang kita berikan malah membuat sesuatu menjadi bertambah buruk.

Situasi malah menjadi tidak karuan dan komunikasi semakin tidak sehat. (Baca selengkapnya)

4. Saya dan Pengalaman Merawat Orang dengan Gangguan Jiwa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun