Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Awas Bahaya Laten Overthinking dan Gampang Jatuh Cinta

5 September 2020   19:06 Diperbarui: 8 Oktober 2020   10:39 1483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mencintai diri sendiri. (sumber: pixabay.com/geralt)

"Individu tertarik dengan individu lain yang memiliki banyak perbedaan dengan dirinya karena ia merasa bahwa individu tersebut memiliki kelebihan yang dapat melengkapi kekurangan yang melekat pada dirinya," tulis Kompasianer Cindy Carneta. (Baca selengkapnya)

4. What is Introvert and Extrovert?

ilustrasi Introvert dan Extrovert. (sumber: pixabay)
ilustrasi Introvert dan Extrovert. (sumber: pixabay)
Setiap orang itu, tulis Kompasianer Sayyidah Syafiqoh, memiliki karakter yang berbeda, ada yang mudah bergaul meskipun dengan orang baru, ada juga yang menutup diri. Introvert dan ekstrovert.

Pemahaman umum mengenai introvert dan ekstrovert yang banyak diketahui masyarakat sebenarnya tidak sesederhana itu.

"Introvert itu pendiam, tertutup, enggan berteman, kurang seru; sedangkan Ekstrovert: santuy, outgoing, banyak bicara, enerjik, banyak teman," lanjut Kompasianer Sayyidah Syafiqoh.

Manusia itu punya sesuatu mekanisme yang disebut dengan sikap jiwa, yaitu orientasi pilihan seseorang dalam mengisi kembali energi ke dalam dirinya.

"Yang mengisi dengan orientasi ke dalam itu Introvert dan yang mengisi dengan orientasi keluar itu Ekstrovert," tulisnya. (Baca selengkapnya)

5. Memahami Diri: antara Persepsi, Ketidaktahuan, dan Kesadaran

Ilustrasi memahami diri. (sumber: pixabay)
Ilustrasi memahami diri. (sumber: pixabay)
Pikiran yang begitu kompleks, bagi Kompasianer Fathul Hamdani, menuntut manusia untuk terus berusaha memahami pikiran itu sendiri. Hal tersebut adalah anugerah; kemampuan manusia dalam berpikir.

"Rasa marah, benci, dendam, merasa selalu benar, takut akan sesuatu, kesemuanya itu berasal dari dalam diri manusia yang harus bisa dipahami," lanjutnya.

Memahami pikiran itu sama halnya dengan memahami diri, caranya bisa tentang persepsi kita.

"Dunia kita adalah persepsi kita. Dunia adalah dunia sebagaimana kita mempersepsikannya. Itulah argumen yang diajukan oleh George Berkeley lebih dari dua ratus tahun silam," tulis Kompasianer Fathul Hamdani.

Sebagaimana konsep, seperti itulah persepesi. Hanya saja itu bukan sebuah kenyataan. Persepsi itu bentuk abstraksi yang dihasilkan oleh pikiran manusia. (Baca selengkapnya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun