Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bagaimana Sikap Mahasiswa atas Catcalling, Feminisme, hingga Standar Kecantikan?

26 Agustus 2020   19:19 Diperbarui: 28 Agustus 2020   08:48 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menuliskan opininya mengenai feminisme. (sumber: pixabay.com/viarami)

Ilustrasi ibu dan anak (Foto: Shutterstock via Kompas.com)
Ilustrasi ibu dan anak (Foto: Shutterstock via Kompas.com)
Konsep pemikiran feminis dari Betty Friedan dalam bukunya The Problem Has No Name, tulis Kompasianer Devidia Tri, memberikan pencerahan pada para wanita yang memilih menikah muda dibanding sekolah, dengan anggapan suami tidak boleh berpendidikan tersaingi oleh wanita pada masa itu.

Kontribusi wanita untuk merdeka masih minim. Lihat saja pada kontribusi wanita dalam dunia pekerjaan di pasar tenaga kerja Indonesia. Setiap tahun masih stagnansi di angka kontribusi yang kecil.

"Pemikiran sejenis feminisme yang kontra dengan patriarki di Indonesia sendiri masih sering sekali memperoleh penolakan publik," lanjutnya.

Hal tersebut dilihat oleh Kompasianer Devidia Tri bahwa feminis dianggap sebagai perlawanan terhadap dogma, agama.

Ada saja feminis yang salah alamat dengan mendeklarasikan dirinya feminis namun kemudian menjadikan alasan untuk membenci pria. (Baca selengkapnya)

3. Standar Kecantikan, Perspektif Personal atau Konstruksi Media?

ilustrasi memenangi kontes kecantikan. (sumber: globalbeauties.com)
ilustrasi memenangi kontes kecantikan. (sumber: globalbeauties.com)
Kompasianer Aulia Marta mengutarakan keresahannya tentang kecantikan: apakah cantik itu harus punya kulit putih, hidung mancung, badan langsing dan tinggi?

Stereotype mengenai definisi cantik lainnya, tulisnya, tampak selalu menjadi patokan dasar bagaimana seseorang menilai dan memilah perempuan bedasarkan bentuk visual yang ditampilkannya.

"Cantik boleh saja di definisikan, namun nampaknya respon terhadap perilaku seseorang seringkali dipilah-pilah bedasarkan kondisi fisik yang ditampilkan baik itu laki-laki maupun perempuan," tulis Kompasianer Aulia Marta.

Dari amatannya, hal tersebut bisa dipengaruhi oleh kontruksi dari media sosial.

Namun yang harus diketahui, standar kecantikan seharusnya tidak memberatkan perempuan hingga harus melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya dalam mengubah bentuk fisik mereka agar dapat dihargai publik.

"Perempuan Indonesia, dengan segala cantik versinya, warna kulitnya, bentuk rambutnya, dan tipe wajah yang dimilikinya semuanya merupakan anugerah dari keberagaman," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

4. Pandangan Psikologi terhadap Aksi Rasisme yang Menimpa "George Floyd" hingga Makna Pancasila di Dalamnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun