Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bertahan Hidup dari Balik Ondel-ondel

21 Juni 2019   21:35 Diperbarui: 22 Juni 2019   09:55 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ondel-ondel ngamen di dekat stasiun Kebayoran. | Foto: Kompasiana/Kevin A. Legion

Butuh waktu sekitar 20-30 menit dari stasiun Gang Sentiong dengan berjalan kaki menuju Sanggar Ondel-ondel Cahaya Kelvin, Pasar Gaplok, Senen, Jakarta Pusat. Mengandalkan petunjuk dari GoogleMaps, aku, Kevin, dan Havis melewati sebuah perkampungan dengan jarak antar-rumah yang begitu berdekatan.

Tak kurang kami mesti mengucapkan "permisi" lebih dari 10 kali. Bagaimana tidak, saking berdekatan antar-rumah dan warga sekitar yang nongkrong di depannya sudah menutupi sebagian badan jalan.

Bukan hanya itu, sambil menenteng kamera dan tripod, setiap langkah kami tidak pernah lepas dari pusat perhatian warga sekitar. Ada pula anak-anak kecil yang minta difoto atau direkam, sambil sedikit merengek tentu saja, karena bawaan kami itu tadi.

Kevin mengeluarkan kameranya dan menuruti keinginan anak-anak kecil. Sedangkan kami mewaspadai keadaan sekitar sambil mencari jalan menuju sanggar. 

Namun, sebelum berangkat liputan kami sudah lebih dulu dibekali pesan oleh Widha untuk berhati-hati. Itu daerah yang cukup rawan, katanya.

Semakin banyak ondel-ondel dibuat dan banyak yang meminati, akhirnya ondel-ondel dipakai untuk mengamen. "Selama yang dikerjakan itu halal, ya jalanin. Dan ngamen juga tidak melanggar, kan?"

Dekat sebuah bangunan yang rata dengan tanah, ada beberapa bangkai ondel-ondel yang mungkin sudah tidak terpakai. Rangka yang terbuat dari bambu itu ada yang sudah patah di beberapa bagian. Kain yang menutupi sebagian tubuh ondel-ondel pun sobek.

Tidak jauh dari sana, ada bangunan pos ronda kecil. Dua orang bapak-bapak sedang asyik ngobrol. Sebenarnya aku sudah menyadari itu, karena sejak Kevin merekam dan mengambil gambar anak-anak tadi, kedua bapak-bapak itu tak habisnya memantau kami dari tempatnya.

Sambil Kevin mengemasi kamera, aku dan Havis mendekati dan bertanya apakah tahu lokasi Sanggar Ondel-ondel Cahaya Kelvin yang tengah kami cari?

Membawa Ondel-ondel. | Foto: Kompasiana/Kevin A. Legion
Membawa Ondel-ondel. | Foto: Kompasiana/Kevin A. Legion

"Kalau tepatnya kurang tahu, tapi kalau dari nama jalannya, ikutin aje jalan ini terus," jawab seorang bapak-bapak tadi.

"Iye," timpal salah seorang bapak lainnya, "nanti kalo udeh ketemu jalan gede, tanya-tanya lagi aje."

"Ayo, buruan, nanti keburu ondel-ondelnya berangkat ngamen," ajak Kevin, menyusul.

Sambil pamit dan mengucapkan terima kasih, langkah kaki kami sedikit lebih dipercepat. Seingat Havis, sekitar pukul 2 siang mereka akan mulai berangkat dari sanggar. Itu sudah pukul 1 lewat dan mau tidak mau kami mesti sampai sana. Jika tidak, semua ini akan percuma.

***

Jalan besar itu akhirnya terlihat juga. Kami tinggal keluar dari gang kecil itu dan sampai lokasi.

Namun, tak lepasnya aku memerhatikan keadaan sekitar. Dari sebuah gang kecil itu tampak rumah-rumah saling berhimpitan, anak kecil yang tengah diomeli oleh ibunya dan orang yang saling menyapa antar-tetangga.

Kalau sudah tua dan tidak lagi bekerja, kataku pada Kevin, rasa-rasanya tinggal di daerah seperti ini menyenangkan.

***

Orang-orang tengah bergegas sambil membopong ondel-ondel dari sanggar ke atap mikrolet. Gerobak kecil yang sudah tersedia pemutar musik didorong ke ujung jalan, menyusul ondel-ondel tadi. Ternyata tidak hanya satu, ada beberapa sanggar ondel-ondel di sana.

"Mirip kampung ondel-ondel ya, Bang?" tanyaku, kepada pemilik Sanggar Ondel-ondel Cahaya Kelvin.

"Iye... tadinya malah cuman satu, punya kami. Tapi lama-kelamaan banyak yang mau belajar ondel-ondel. Dari (cuma) bikin sampai mainin. Jadi sekarang banyak, deh," jawabnya.

Kami berbincang cukup banyak sampai ondel-ondel miliknya diberangkatkan ngamen.

Ondel-ondel dibawa dari Sanggar dengan Bajaj | Foto: Kompasiana/Kevin A. Legion
Ondel-ondel dibawa dari Sanggar dengan Bajaj | Foto: Kompasiana/Kevin A. Legion

Berawal dari usaha orangtuanya yang suka membuat ondel-ondel, kampung itu jadi punya kegiatan rutin. Dulunya sekadar penyewaan ondel-ondel untuk hajatan atau perayaan lain di Jakarta. Namun, semakin banyak ondel-ondel dibuat dan banyak yang meminati, akhirnya ondel-ondel dipakai untuk mengamen.

"Selama yang dikerjakan itu halal, ya jalanin. Dan ngamen juga tidak melanggar, kan?"

"Tapi bukannya ada aturan untuk tidak boleh ngamen di Jakarta, Bang?"

Ada juga yang perlu diketahui, sebab jika merujuk Pasal 40 Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, di mana diatur pula tentang pengamen dalam bentuk apapun, jika pelanggarnya tertangkap razia dapat dikenai sanksi kurungan paling sedikit 10 hari dan paling lama 60 hari, atau denda minimal Rp 1 juta dan paling besar Rp 20 juta.

Lalu ia kembali menjelaskan pula kalau telah melakukan izin kepada Dinas Sosial dengan mendaftarkan sanggarnya.

"Dulu juga pernah ada yang tertangkap razia, tapi cuma diamankan. Dan saya waktu itu yang menjemputnya di Dinas Sosial daerah tempat anak sanggar terkena razia," lanjutnya, seraya menyalami pengamen ondel-ondel lain yang hendak berangkat. (hay)

Simak pula serial reportase tim Kompasiana News tentang Pengamen Ondel-ondel lainnya: Ondel-ondel, dari Sanggar hingga Jalan Besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun