Indonesia kembali mengambil bagian pada satu di antara pameran buku terbesar di dunia. Setelah menjadi tamu kehormatan dalam acara Franfurt Book Fair 2015, tahun ini Indonesia diberi kesempatan untuk menjadi Market Focus di London Book Fair (LBF) dari 12-14 Maret 2019.
Melalui bantuan dari Bekraf, Indonesia lewat kekuatan perbukuannya bakal menjadi pusat perhatian dunia dalam hal unjuk kekayaan literasi dan penjualan copyright.
Lantas apa saja keuntungan yang didapat dari acara tersebut? Apakah membuat penulis-penulis di Indonesia harapan baru di kancah internasional? Adakah manfaat lainnya, paling tidak, untuk industri perbukuan di Indonesia?
Simak ulasan Bambang Trim, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (Penpro) dan Pendiri Institut Penulis Indonesia, terkait keterlibatan Indonesia dalam acara LBF 2019. Selain itu, masih ada artikel pilihan lainnya yang populer di Kompasiana selama sepekan ini. Berikut 5 artikel populer di Kompasiana tersebut:
1. Internasionalisasi Buku Indonesia, Bermanfaatkah?
Bambang Trim melihat, setidaknya ada 2 manfaat yang bisa didapaat dalam keikutsertaan Indonesia dalam London Book Fair (LBF) 2019: (1) Buku-buku potensial berikut penulis-penulis potensial Indonesia diperkenalkan ke panggung dunia.
Kemudian dalam posisi Indonesia sebagai Market Focus, maanfaat lainnya yaitu (2) bisa sebagai bagian dari diplomasi kebudayaan.
Namun, yang patut menjadi pertanyaan besar menurut Bambang Trim adalah apakah Indonesia saat ini memang cukup kuat dalam soal produk literasi yang dapat ditawarkan ke penerbit-penerbit mancanegara?
Itu juga yang menjadi catatan penting bagi Pamella Allen, seorang akademisi yang banyak mengkaji sastra Indonesia, empertanyakan mengapa Indonesia begitu lama memperkenalkan kekuatan (buku-buku) literasinya kepada dunia---setelah sekian lama merdeka? (Baca selengkapnya)
2. Selamat Datang (Kembali) di Santiago Bernabeu, Zidane...
Real Madrid telah resmi kembali memanggil Zinedine Zidane sebagai pelatih kepala.
Penunjukan itu bukan tanpa alasan, tentu saja, menurut Hendro Santoso performa Real Madrid yang semakin menurun pasca ditinggalkan Zidane: Real Madrid kalah oleh Ajax Amsterdam dan tidak dapat melanjutkan perjuangan mereka di Liga Champions.
Untuk sekadar mengingatkan, Zidane pergi pada Mei tahun lalu setelah memimpin Madrid meraih trofi Liga Champions yang ketiga secara beruntun.
Kira-kira perubahan apa yang bisa dilakukan Zidane dalam sisa musim ini? (Baca selengkapnya)
3. Inilah 5 Gambaran Masa Depan Dunia Tanpa Uang Tunai
Kampanye penggunaan uang non tunai atau cashless rasa-rasanya berhasil dengan baik. Alief Reza mencatat, secara statistik menunjukan bahwa angka-angka transaksi non tunai terus berkembang secara pesat dalam kurun waktu singkat.
"Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi uang elektronik pada kuartal III-2018 tumbuh sebesar 300,4% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya," tulisnya.
Uang elektronik memang cepat digemari oleh masyarakat mengingat penggunaannya yang dirasa sangat praktis. Tetapi, bisakah kita membayangkan, tulis Alief Reza, Â mengubah satu budaya pembayaran tapi juga akan merubah banyak sekali perilaku, dan kebijakan ekonomi pemerintah serta pelaku bisnis. (Baca selengkapnya)
4. "Resign" dan Kepergian Para Sahabat
Keluar dari suatu perusahaan barangkali merupakan alasan utama seorang karyawan mecari pendapatan atau pengalaman baru.
Akan tetapi menurut Agil S. Habib, keputusan untuk resign bisa jadi dipicu oleh adanya ketidakpuasan terhadap iklim pekerjaan di tempat lama yang dianggap tidak bisa memberikan dukungan sebagaimana yang diharapkan.
Hal ini bisa dilihat dari komunikasi yang terjalin selama beberapa waktu meskipun sebagian besar dalam konteks pekerjaan akan meninggalkan jejak secara emosi.
"Ketika komunikasi kerja berjalan lancar sehingga didalam benak kita muncul anggapan bahwa "Dia adalah orang yang baik.", maka pada saat itulah rekan kerja kita meninggalkan jejak positif pada sistem emosi kita," tulis Agil S. Habib. (Baca selengkapnya)
5. Partai Solidaritas Indonesia, Antara Ide Liberal dan Ego Elektoral
Linggar Kharisma menilai lahirnya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam jagad politik nasional memang memiliki kekhasannya tersendiri. Menurutnya, kehadiran Partai Solidaritas Indonesia mampu mendistingsi citra dengan partai politik lawas.
"Merupakan salah satu ciri dari partai yang acap "menjual" kelompok muda, sebagai bagian dari revolusi kaderisasi kepartaian yang lama dikenal kolot nan elitis," lanjutnya.
Ada upaya mewujudkan sebuah moda politik yang menyasar kelompok milenial dan mapan dalam hal ekonomi. Dan itu, menurutnya merupakan sebuah keniscayaan yang mesti ditempuh para elite politik demi meraup suara.
Tetapi, seberapa efektifkah itu membantu dalam mendorong elektabilitas PSI di mata rakyat? (Baca selengkapnya)