Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Kita Memaknai Nyepi di Tengah Tahun Politik?

11 Maret 2019   00:44 Diperbarui: 11 Maret 2019   12:35 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara Melasti di Pura Ulun Danu Beratan di Desa Candikuning, Kabupaten Tabanan, Bali, Senin (04/03/2019) | Kompas.com/Garry Lotulung

Perayaan Nyepi tahun ini sedikit berebeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebabnya, Nyepi tahun ini bertepatan dengan tahun politik.

Bukan untuk membawa momen sakral ini ke dalam politik, akan tetapi ada banyak nilai-nilai keluhuran perayaan nyepi yang sebenarnya bisa direnungkan dalam keseharian di tengah hiruk pikuk tahun politik.

Ini juga yang dikatakan Ketua Penyiaran Hindu Jatim Gede Putu Swardana, dengan menyebut tema nyepi tahun ini yakni Dengan Brata Penyepian Kita Sukseskan Pemilu 2019.

Di Kompasiana para Kompasianer juga memiliki makna tersendiri pada perayaan nyepi tahun ini.

1. Ikrom Zain: Saatnya Jempol Menahan Diri

Ilustrasi. Republika.co.id
Ilustrasi. Republika.co.id
Tahun politik sedang bersiap menyongsong hajatan besar. Hajatan lima tahun sekali untuk memilih pemimpin bangsa. Jika direnungkan, hajatan ini bermakna sangat besar agar bangsa Indonesia bisa melakukannya dengan baik. Berdemokrasi dan meraih kuasa dengan cara beradab tanpa meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.

Sayangnya, apa yang diharapkan jauh panggang dari api. Sifat rakus untuk memncapai kuasa benar-benar terlihat nyata. Bukan lagi untuk mempertahankan kehidupannya seperti fitrah manusia, namun cara-cara kebinatanganlah yang seringkali muncul.

Sebaran ujaran kebencian, berita bohong, dan saling sering kerap mendominasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal, dalam konsititusi yang diatur dalam UUD 1945, negara ini benar-benar menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dan upaya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Lantas, mengapa begitu banyak nilai-nilai kebinatangan yang muncul dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa?

Tak lain, semua bermula dari jempol yang bisa mengendalikan segala hal dengan mudah. Dengan kemajuan teknologi masa kini, jempol adalah kunci. Selengkapnya

2. Athen Dhey: Momen Memetik Keheningan dan Mengukur Kedalaman Diri

pixabay.com
pixabay.com
Perayaan Nyepi memberi angin segar bagi umat yang beragama lain untuk memetik keheningan. Ketika hari-hari semakin sibuk, hidup terasa tidak semakin berbobot. Karena tidak berbobot orang cendrung menyikapi sesuatu dengan mengandalkan otot.

Nah, saat ada wacana atau isu yang beredar di tengah masyarakat orang mudah diombang-ambing tanpa ada dasar yang kuat. Penting dilihat bahwa hidup yang berbobot mengandaikan seseorang memiliki keheningan yang mendalam.

Hening adalah kesepian hati yang penuh damai. Seringkali orang beranggapan bahwa kesepian hati adalah sebuah rasa galau dalam diri. Makna terdalam dari hening adalah hati yang menyepi, memanggil pulang kedamaian diri yang terbuang karena sibuk dengan segala sesuatu.

Orang yang memiliki keheningan mampu menciptakan kedamaian bagi diri sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, mereka yang selalu menciptakan keonaran memiliki kedangkalan dalam keheningan.

Hening mampu meningkatkan kualitas diri tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Jika materi tak mampu memberi kenyamanan, carilah keheningan dalam diri sendiri. Saat hening adalah spasi cinta paling intim antara engkau dan dirimu sendiri.

Ketika hidup keberagamaanmu tidak lebih baik saat engkau sibuk berkoar-koar, masuklah dalam keheningan diri yang paling radikal. Saat itu hening tidak berkoar-koar sebagaimana yang engkau lakukan. Dia akan berbisik memberi kedamaian hidup. Selengkapnya

3. Muthiah Alhasany: Cooling Down dari Kegaduhan Politik

Umat Hindu bersiap upacara (dok.jakartapost)
Umat Hindu bersiap upacara (dok.jakartapost)
Nyepi, tidak sekedar adat istiadat atau budaya dalam masyarakat Nusantara. Nyepi mengandung filosofi yang mendalam, yang seharusnya menjadi tuntunan dalam kehidupan.

Karena itulah Nyepi adalah hari raya yang tidak hingar bingar. Perayaan yang dilakukan umat Hindu, kebalikan dari umat lainnya, larut dalam keheningan.

Mereka kembali kepada Sang Penguasa jagad raya, merasakan titahnya dengan menyatukan diri bersama alam semesta. Dalam keheningan mereka merenungi apa yang telah terjadi selama ini.

Ini adalah saat untuk melihat refleksi dari apa yang telah dilakukan. Kalau ada kesalahan yang dilakukan, tentu harus berusaha diperbaiki.

Menghadapi Pemilu 2019 yang penuh dengan kegaduhan ini, momen seperti Nyepi sangat diperlukan. Inilah kesempatan bagi para politikus dan masyarakat untuk menghentikan kegaduhan tersebut dan melihat kembali perbuatan mereka.

Pilpres kali ini begitu berisik, penuh dengan teriakan, caci maki dan penghinaan. Padahal sejatinya manusia adalah makhluk yang mulia, tetapi tidak mampu saling memuliakan.

Haus kekuasaan telah mematikan hati nurani para politikus. Mereka justru membuat kerusakan pada tatanan moral yang telah diajarkan agama melalui adat istiadat dan budaya. Selengkapnya

4. Rudy W: Pengendalian diri sangat krusial

Ritual Melasti di Bali (regional.kompas.com)
Ritual Melasti di Bali (regional.kompas.com)
Perayaan Tahun Baru Saka 1941 tahun ini memiliki makna lebih khusuk karena bersamaan dengan bergulirnya tahun politik. Di bersamaan perlunya pengendalian diri.

Pengendalian diri sangat krusial agar tidak terjadi saling pertentangan di tahun politik ini. Hari Raya Nyepi dan masa Pra Paskah merupakan masa penting untuk sekedar menarik diri dari hiruk-pikuk dan sibuk tahun politik.

Hikmat pula untuk merekam jejak para wakil rakyat maupun Presiden dan Wakil Presiden yang akan mewakili dan memimpin bangsa Indonesia kelak demi kelanjutan masa depan nusantara.

Namun perlu ditelisik sejauh mana para calon wakil dan pemimpin yang akan dipilih itu mempunyai komitmen baik. Selengkapnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun