Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Kiat-kiat Membaca Puisi Cinta

15 Oktober 2018   23:23 Diperbarui: 23 Oktober 2018   02:19 2609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Sueda (@lapinnoir) - weheartit.com

Ada 2 hal, paling tidak, yang perlu dipersiapkan ketika membaca puisi cinta: (1) tidak perlu berpikir dan mencari mana yang dekat dengan realita kenyataan pembaca. Sebab puisi cinta, barangkali, bercerita tentang pengalaman pribadi penyair itu sendiri. Bagus atau tidak, menarik atau biasa saja, caranya bisa lazim atau ekstem, pembaca tinggal nikmati saja.

Dan jika setelah membaca puisi cinta pada akhirnya pembaca terwakilkan atas kisah yang digambarkan tersebut, barangkali, itu cara dari seorang penyair melakukan pendekatan.

Umumnya, ketika seorang penyair menulis puisi cinta, justru yang ia gunakan adalah stereotip tentang cinta itu sendiri. Semisal: kecantikan fisik dan menyamakan dengan banyak hal yang indah. Atau bisa saja tentang kerinduan yang diasosiasikan menjadi kegelapan dalam hubungan realistas-sosial seseorang: kehilangan, dikucilkan, dan lain sebagainya.

Pablo Neruda adalah satu di antara banyak penyair yang unik dalam membuat puisi cinta. Penggambarannya tentang cinta dan bagaimana masing-masing individu menyatu dikisahkan terbalik. Alih-alih saling memuji, Pablo Neruda justru menjelaskan banyak hal yang bertentangan alias keburukan hubungan cintanya.

Lihat saja bagaimana Pablo Neruda membuka bait pertama pada puisi Love Sonnete 17 ini:

I don't love you as if you were the salt-rose, topaz
or arrow of carnations that propagate fire:
I love you as certain dark things are loved,
secretly, between the shadow and the soul. 

Kemudian menjelang akhir puisi itu, Pablo Neruda sedikit membuka (bagi yang percaya kalau cinta butuh alasan, tentu saja) alasan-alasan perasaan cintanya itu. Begini cara Pablo Neruda gambarkan:

I love you without knowing how, or when, or from where.
I love you straightforwardly, without complexities or pride;
so I love you because I know no other way

Aku mencintaimu, kata narator dalam puisi itu, tapi sejalan kemudian narator itu justru memperlihatkan kebingungan, lalu ia berkata: tanpa mengetahui bagaimana, atau kapan, atau dari mana.

Yang kemudian bisa narator itu beritahu kepada pembaca adalah: aku mencintaimu denga lugas tanpa kerumitan atau kebanggaan; jadi aku mencintaimu karena aku tidak tahu cara lain.

Jadi, apakah cinta masih membutuhkan alasan? Pablo Neruda memberi rangsangan itu untuk para pembacanya. Jawabannya (pasti) bisa beragam, tapi seperti itulah puisi tumbuh dan berkembang dari satu interpretasi kepada interpretasi lainnya.

Untuk itulah, ketika membaca puisi (tentang) cinta (2) baca pula simbol-simbol yang diberikan penyair. Kisah boleh mendayu, tapi tidak dengan simbolnya. Bisa saja puisi (cinta) begitu rumit, karena terlalu simbolis.

Sebagai contoh, untuk menggambarkan patah hati saja bisa banyak elemen yang muncul. Masih menggunakan puisi dari Pablo Neruda --tapi yang lain-- yaitu puisi panjang A Song of Despair:

The memory of you emerges from the night around me.
The river mingles its stubborn lament with the sea.

Deserted like the wharves at dawn.
It is the hour of departure, oh deserted one!

Cold flower heads are raining over my heart.
Oh pit of debris, fierce cave of the shipwrecked.

In you the wars and the flights accumulated.
From you the wings of the song birds rose.

Ini baru empat bait. Tapi, lihat tiap bait tersebut, bagaimana Pablo Neruda memberikan simbol-simbol atas perasaannya: untuk ingatan yang muncul setiap malam, ia simbolkan dengan sungai yang enggan membaur dengan laut. Padahal, seperti yang kita tahu: muara dari sungai adalah laut.

Kemudian pada bait kedua, Pablo Neruda membuat itu semakin rumit: untuk sebuah kesepian, ia membuat simbol dengan dermaga ketika masih pagi. Dan begitu seterusnya.

Simbol-simbol tersebut bisa dimaknai apa saja. Dan memang itulah puisi. Bukan dengan sengaja membuat kesulitan dalam menyampaikan pesan, tapi lebih kepada kenikmatan mengandaikan dengan beragam simbol-simbol baik itu yang berbanding lurus atau terbalik.

Barangkali itu yang membuat puisi menjadi unik daripada jenis kesusastraan lain, bahkan sebuah berita.

***

Namun, apakah puisi mesti melulu tentang cinta? Tidak. Tapi apakah puisi selalu bernafaskan cinta? Ya. Banyak sekali naskah-naskah puisi dari Fiksianer tentang ini. Jika puisi adalah sebuah cara kita bernafas, yang dihirup bisa saja udara kotor, tapi yang dikeluarkan menjadi indah. Atau berlaku sebaliknya.

Puisi cinta dari Andi Wi, misalnya, Pohon Bunga. Bercerita tentang 2 individu, sepasang kekasih, yang bertalian dengan sebuah pohon pemberian yang dititipkan --lebih khususnya lagi dirawat.

Namun, baru dipembuka puisi itu, narator dalam puisi tersebut sudah secara terang menyebutkan kalau telah mati dan mencoklat. Dari parafrasa itu yang kemudian betapa penyesalan dan kesedihan tumbuh dari pohon yang tidak bernyawa lagi.

Padalah narator dalam puisi tersebut bilang, aku merawatnya. sama seperti merawat diriku sendiri. Meski pada kenyataannya tidak --baik itu sengaja atau tidak.

Dan simbol kematian itulah yang digambarkan Andi Wi untuk bisa mengembalikan kehidupan yang ada pada dirinya. seperti cinta kita. kehidupan selalu menemui kematian. seperti cinta kita. yang telah lama mati. yang telah lama mati.

Begitu juga dengan puisi Usniaty, Cinta Tak Berjelaga. Hubungan cinta yang dibangun oleh Usniaty adalah tentang cinta kepada diri sendiri. Tidak perlu heran, memang kenapa mencintai diri sendiri?

Mencintai diri sendiri itu perlu ketika, misalnya, rasa putus asa jauh lebih menguasi daripada percaya diri. Usniaty menggambarkannya dengan:

Apakah hati bersih dari manusia memahami yang namanya kesucian?

Pertanyaan-pertanyaan itu bukan ditujukan kepada oranglain, justru oleh diri sendiri. Dan jawab yang tepat, bagi Usniaty, adalah Cinta itu tak ada di dalam nafsu dan keinginan tetapi ada di dalam keikhlasan pengabdian.

Sudahkah kamu mencintai diri sendiri? Dan kesucian apa yang kamu dapat dari cinta itu? Kira-kira begitu Usniaty pertanyakan cintanya.

Terakhir sebagai contoh adalah puisi dari Setia Pertiwi, Menggerutu di Batas Sadar. Ini memang puisi cinta bagi yang baru diputus oleh kekasihnya. Bisa saja. Ini seperti tentang hal-hal yang ingin diungkapkan kepada kekasih ketika akhirnya ia minta mengakhiri sebuah hubungan. Bisa saja.

Namun, sebegitu gelap dan patahkah hatinya? Setia Pertiwi menjawab itu dengan "Bila nanti langit mencintaimu dengan mengirim hujan api, ingatlah bahwa bumi membencimu dengan tawaran emas dan gurauan-gurauan cerdas."

Ada kekuatan. Ada juga keinginan untuk hati-hati yang patah bahwa mengakhiri hubungan bisa menjadi sebuah penyesalan; untukmu atau untukku.

Sebagai penutup, sudahkah kamu mendapat puisi cinta hari ini? Jika belum, segera hubungi kekasih(baru)mu. (hay)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun