Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

THR Itu Tunjangan, Bukan Tekanan (Hari Raya)

9 Juni 2018   15:35 Diperbarui: 6 Juni 2019   06:41 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mal/wikipedia.org

Selalu ada yang istimewa di bulan puasa. Salah satunya adalah Tunjangan Hari Raya atau biasa disebut THR. THR memang selalu datang di waktu yang tepat. Meski sebenarnya menyimpan persoalan laten yang mengintai, yakni buruknya kita mengelola pengeluaran.

Godaan-godaan berbagai macam produk dengan segala kata-kata ajaibnya seperti diskon, "buy 1 get 1", limited edition, dan sebagainya yang tak jarang membuat kita tergoda. Sehingga, dampaknya, THR kita pun ludes dengan segera tanpa di sadari. Di sisi lain kebutuhan primer kita masih dari kata jauh dari kata terpenuhi.

Di sisi lain juga sebenarnya sudah banyak kritik dari berbagai ahli agar masyarakat tak mudah menjadi konsumtif karena pada akhirnya akan menumbuhkembangkan generasi bermental "peminta" bukan "pemberi".

Budaya konsumtif tentu saja mendorong seseorang tergantung pada banyak hal, termasuk segala sesuatu yang sekiranya instan dan cepat dalam memenuhi keinginan pribadinya.

Diakui maupun tidak, produk tahunan pemerintah maupun perusahaan yang populer dengan istilah THR, juga bagian dari budaya konsumtif yang sulit dilepaskan dari gurita mental "peminta" masyarakat kita.

Padahal, harus kita sadari, bahwa ajaran puasa yang menanamkan nilai-nilai produktivitas dan kreativitas kepada setiap orang yang melakukannya, tertimbun habis oleh budaya konsumtif melalui THR yang merajalela.

KendatiTHR sudah menjadi budaya dalam masyarakat kita, maka biarlah. Hanya saja, yang tak boleh menjadi budaya terus menerus adalah kekonsumtifan kita. Ini yang terus disasar oleh pada produsen.

Dampaknya, seperti tadi, THR kita kita hanya sesaat. Kemudian kita tertekan setelahnya.

Lalu bagaimana mengatasinya?

Kompasianer Surtan Siahaan membagikannya tipsnya. Dan sebagai gambaran, biasanya perencanan ini meliputi sejumlah hal berikut:

  • Pemasukan selama Ramadan (Gaji + THR)
  • Daftar belanja/kebutuhan
  • Bujet belanja
  • Keperluan Lebaran/ibadah
  • Dana darurat

Setelah membuat perencanaan seperti di atas, langkah selanjutnya adalah menerapkannya. Banyak orang yang gagal di tahapan ini karena tidak disiplin dan mudah tergoda.

Untuk mengatasinya, kamu harus selalu ingat akan tujuan dan target puasa yang sudah dicanangkan sejak awal Ramadan.

Selain harus disiplin, kamu juga wajib punya strategi keuangan. Salah satu strategi keuangan yang kerap direkomendasikan para penasehat keuangan adalah formasi 10-20-30-40.

Maksud dari formasi tersebut adalah persentase pembagian uang berdasarkan pos pengeluaran.

Maksudnya begini, jika selama Ramadan kamu memperoleh total penghasilan Rp 16 juta (Rp 8 juta gaji dan Rp 8 juta THR) maka penghasilan tersebut harus dibagi-bagi ke dalam pos pengeluaran yang terdiri dari:

  • Infaq/Sedekah: 10% atau Rp 1,8 juta
  • Menabung dan investasi: 20% atau Rp 3,6 juta
  • Membayar cicilan utang: 30% atau Rp 5,4 juta
  • Belanja konsumsi: 40% atau Rp 7,2 juta

Selain Surtan, Kompasianer Syarif Yunus melalui artikelnya berjudul Cara Gampang Habiskan THR, Lupakan Dana Pensiun secara implisit mengatakan pentingnya simpanan --hasil dari pendapatan rutin maupun THR-- untuk dana pensiun.

Yusuf mengatakan, resep paling sederhana saja THR bisa dipakai untuk, 1) kebutuhan lebaran (mudik dan konsumtif  60%, 2) membayar utang 15% (syukur kalau bisa dilunasi), dan 3) tabungan  atau investasi 25%.

Tetapi gambaran tadi hanya sebatas teori, angka dan pembagian persentasenya bisa kita ubah-ubah kembali dan disesuaikan dengan kebutuhan.

Tapi secara prinsip, masih menurut Yusuf, THR itu memang seharusnya dipakai untuk 1) pembayaran apapun yang bersifat wajib, 2) memenuhi keperluan yang sudah dianggarkan saat lebaran, dan 3) harus cukup dan jangan sampai hutang. Sekali lagi, itu semua teori dan nasehat bijak untuk mengelola uang THR jelang lebaran.

Nah, setelah membaca artikel ini apakah kita sudah punya gambaran untuk melakukan perbaikan keuangan?

Ingat, THR itu Tunjangan Hari Raya, bukan Tekanan Hari Raya!

Selamat mencoba, Kompasianer!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun