Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dijajah Buku Sendiri

23 April 2018   19:36 Diperbarui: 28 Oktober 2021   12:41 3672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Ada guyon lawas mengenai buku yang, barangkali, juga kamu tahu: minat baca masyarakat Indonesia sebenarnya tinggi, hanya saja minat membelinya yang rendah. Cerita semacam ini sebenarnya menyiratkan satu hal, bahwa harga buku-buku di Indonesia memang masih relatif mahal. Jika boleh membandingkan, harga 1 buku setara dengan harga secangkir kopi yang kita bayarkan di kedai kopi 'sungguhan'.

India, misalnya, yang memiliki tingkat ekonomi tidak jauh berbeda dengan Indonesia, masih bisa meregulasi harga-harga buku yang diperjualbelikan. Ada subsidi khusus untuk buku. Dari harga kertas hingga ongkos produksinya.

Dalam laporan buletin Atase Pendidikan KBRI New Delhi VII, untuk buku-buku sekolah, pemerintah India menunjuk lembaga Independen, NCERT sebagai penerbit utama.

Tidak hanya itu, NCERT pun merangkap lembaga penelitian yang khusus memproduksi kebutuhan pembelajaran pelajar di India. Itu karena 90 persen sekolah di India adalah Sekolah Negeri yang dibawahi langsung Pemerintah. Sehingga, untuk produksi buku dalam jumlah besar dapat dilakukan dengan sangat murah.

Hal ini pernah dirasakan langsung oleh Muhammad Ramdhani saat mengunjungi India. Setibanya di bandara ketika hendak kembali ke Indonesia, ia menemukan harga-harga buku yang ditawarkan sangat murah.

Harga rata-ratanya sekitar dua ratus rupee (jika dirupiahkan kisaran Rp 40 ribu). Ada dua buku yang akhirnya ia beli: (1) "The Monk who sold his Ferari" karya Robin Sharma, seharga 195 rupee dan (2) "Men In Steel", buku tentang kisah sukses taipan India, seharga 95 rupee.

Melihat apa yang Pemerintah India lakkan, lantas bagaimana dengan Indonesia? Apa yang pemerintah Indonesia lakukan, yang secara khusus, meregulasi buku-buku?

Seperti sudah kita ketahui, Pos Indonesia memulai program pengiriman buku bebas biaya, setiap tanggal 17, setiap bulannya. Ini merupakan inisiasi Pemerintah dengan penggiat literasi dan/atau donatur buku untuk memudahkan pendistribusiannya ke seluruh Indonesia. Syaratnya hanya satu, setiap pengiriman maksimal seberat 10 kg. Program ini semacam implementasi "BUMN untuk Negeri" seperti yang dicanangkan Pemerintah.

Setidaknya itu adalah sedikit upaya yang pemerintah Indonesia sudah lakukan. Juga melibatkan berbagai pihak untuk bersama-sama memperbaiki buruknya angka literasi kita. Berhasil atau tidak, yang jelas sudah ada usahanya terlebih dulu.

Regulasi Buku a la Pemerintah Indonesia

Pemerintah lewat Kemdikbud pernah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk buku sekolah elektronik (BSE) versi cetak. Cara Pemerintah menekan harga buku dengan membeli hak cipta dari penerbit atau penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun