Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudah Saatnya Merebut Suara Perempuan untuk Pemilu?

20 April 2018   15:06 Diperbarui: 21 April 2018   07:36 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (pixabay.com / Mohamed Hassan)

Anne Frank punya sahabat yang selama 2 tahun menemaninya dalam sebuah persembunyiannya. Kitty, namanya. Hari-hari selama persembunyian itu ia lakukan dengan menulis. Saat bosan, saat tidak ada kegiatan, tapi saat terpenting adalah ketika Anne Frank merasa tertekan. Menulis, katanya, diperlukan untuk uneg-uneg yang menyesakkan dada.

Kitty, sahabatnya, adalah buku tulis miliknya. Kertas kosong. Namun, hari-demi-hari buku yang ia sebut 'buku harian' itu akhirnya penuh juga. Tidak ada sahabat sebaik kertas kosong. Sebab, ujar Anne Frank, kertas lebih sabar dari manusia. Intinya, ia menulis buku harian, menulis(i) Kitty, karena Anne Frank tidak punya teman.

1945. Anne Frank meninggal. Bersama kakaknya, Margot, diduga tak kuasa melawan wabah tifus di kamp konsentrasi. Sebelumnya mereka (ternyata) dikhianati, ditangkap dan dipaksa oleh Pemerintahan Nazi Jerman.

Buku yang ia tulis dalam kurun usia 13-15 tahun akhirnya diterbitkan oleh ayahnya, Otto Frank, dua tahun setelah kepergiannya. Buku tersebut diedit sendiri oleh Ayahnya yang selamat dari dera kamp konsentrasi tersebut. Catatan yang ditulis dengan Kitty itu diberi judul "Het Achterhuis" atau "The Diary of A Young Girl".

Barulah keriuhan terjadi pascabuku tersebut terbit. Banyak yang memerotes, mencerca, dan yang lebih menyedihkan: penyangkalan atas buku catatan hariannya itu. Bagaimana tidak, melihat kehidupan Anne Frank pada fase itu, sulit membayangkannya ia bisa terjebak dalam situasi yang sulit. Teror yang tiada henti, ketakutan dan traumatik berkepanjangan bisa dialami oleh seorang gadis berusia 13 tahun.

Namun, beginilah adanya: "Het Achterhuis" bukanlah cerita fiksi. Bukan juga ditulis penulis cakap. Apalagi ditulis oleh penulis yang sekadar ingin meraih kepopuleran. "Het Achterhuis" atau "The Diary of A Young Girl" ditulis oleh seorang perempuan, 13 tahun, yang mengalami represi bukan main. Menyakitkan. Karena itu pula kita tahu: bagaimana tragedi Holocaust terjadi.

Anne Frank adalah simbol. Bahwa perempuan bisa menyuarakan dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan dan rasakan. Bahwa perempuan dibutuhkan kehadirannya dalam setiap keputusan yang dibuat --dan kelak dijalankan.

Tetapi faktanya, di Indonesia, menurut Ketua DPR Bambang Soesatyo, hanya ada 17 persen perempuan yang mendapatkan "kursi" di Legislatif pada periode 2014-2019. Jadi, bisakah kita maklumi: sangat sedikitnya produk yang dihasilkan Legislatif tidak terlalu mengakomodir hak-hak perempuan?

Pada gelaran Pemilu 2018, per Januari data KPU tercatat, ada 101 kandidat perempuan dari 171 wilayah pemilihan. Bukanlah angka ideal. Tapi setidaknya, dari ke-101 kandidat itu, kita menaruh harap: kesetaran gender tidak lagi jadi "barang dagangan" dalam kampanye pemilihan. Atau yang memprihatinkan: memilih (kandidat) perempuan karena ia perempuan.

Untuk hal yang terakhir menjadi penting karena sama saja menolak keberadaan perempuan dalam gelaran pemilu. Karena seksualnya, bukan pada kompetensinya.

Bahkan sebelum jauh melihat kompetensi seorang perempuan mampu mewakili "suaranya", Ruri Andayani dalam tulisannya Mudah Emosi adalah Desain Besar Wanita Ogah Berpolitik, berpendapat, kondisi gampang emosi kadang menghambat (perempuan) berani tampil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun