Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Kembalinya Keunguan Sastra Kita

12 September 2017   10:23 Diperbarui: 13 September 2017   21:11 2805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay)

Pernah sampai pada titik tertentu, dulu, kesusastraan Indonesia, khususnya di majalah Horison, mengalami kesamaan akan bahasan karya-karya yang dimuat di sana. Ini bisa jadi sebuah kritik besar, lantaran, seperti yang kita tahu majalah Horison adalah (bisa jadi) barometer kesusastraan Indonesia pada masanya. Bagi siapapun penulis yang karyanya dimuat di sana, akan dirasa sah-sah saja berbangga diri.

Adalah seorang Fuad Hassan yang mengatakan hal itu pada sebuah diskusi karya-karya sastra majalah Horison. Katanya, bahwa sastra Indonesia yang muncul di majalah Horison berwarna ungu. Ungu, dalam hal ini, tentu banyaknya karya yang membicarakan perasaan-perasaan personal. Tema-tema sosial-politik amat kurang disentuh oleh penulis-penulisnya.

Fuad Hassan mengatakan itu sekitar tahun 1960-an. Seperti yang kita tahu juga, kondisi politik Indonesia sedang panas-panasnya: era di mana rezim Soekarno berpindah ke Soeharto. Masih ada memang, tapi hanya segelintir sastrawan (atau, kelompok kalau boleh mengotakannya). Mereka, segelintir sastrawan ini, oleh HB. Jassin disebut dengan kelompok Angkatan 66. Itupun banyak diisi oleh organisasi Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Dari organisasi itulah, paling tidak, banyak mengagendakan sastra kerakyatan yang secara tersurat maupun tersirat menulis tentang kenyataan-kenyataan yang dialami masyarakat pada umumnya.

Dan entah mengapa, di sisi lain, tema-tema sosial-politik tenggelam dan tergantikan oleh "keunguan" jika boleh meminjam istilah Fuad Hassan di majalah Horison. Menurutnya, orang-orang lebih cenderung melihat ke dalam dirinya masing-masing. Apapun yang bisa ia temukan, dituliskan. Perasaan-perasaan seperti itulah yang lalu menjadi karya sastra yang dimuat di Majalah Horison: kaya akan perasaan personal seseorang.

Adakah itu kabar baik atau buruk untuk kesusastraan Indonesia? Oleh karenanya Seno Gumira Adjidarma pernah menyebutkan kalau sastra Indonesia masih seputar keindahan estetika saja. 

Dan terkait keunguan sastra Indonesia, rasa-rasanya kembali terasa di kanal Fiksiana. Perasaan-perasaan yang cenderung personal seperti memenuhi hampir setiap harinya, setiap bulannya; setiap waktu. Menjadi menarik ketika kita coba mengait-kaitkannya dengan kehidupan personal penulis. Namun yang menjadi pertanyaan besar: ketika sosial media seperti halnya hutan belantara yang dipenuhi keributan (pilihan) politik identitas, sayangnya itu tidak terbawa dalam hal cerita-cerita yang disajikan di Fiksiana. Apakah (jalan) sastra dijadikan oleh Fiksianer yang kadung jenuh tentang bahasan sosial-politik Indonesia?

Setidaknya ada beberapa cerita-cerita fiksi yang berhasil kami himpun pada bulan Agustus ini terkait "keunguan" sastra di Fiksiana. Kesan umum itulah yang begitu kentara sehingga ingin kami angkat pada kurasi ini. Ada 4 (empat) cerpen dan 2 (puisi) sebagai berikut:

  • Cerpen

Andi Wi (Mengunjungi Ibu), Wirdan Bazilie (Kafe yang Menyajikan Kenangan), Ikhwanul Halim (Pejuang Terakhir), dan Ika Septi (Confetti).

  • Puisi

M. Nasir Pariusamahu (C) dan S. Aji (Mendoakan Pemakaman Gerimis).

*** 

Seperti yang sudah disampaikan di atas, cerita-cerita ini adalah 6 (enam) dari beberapa banyak kesamaan bahasan serupa --yang keunguan tentu saja. Pilihan ini pada akhirnya bukan jatuh kepada siapa yang menuliskannya, akan tetapi lebih kepada bagaimana sebuah karya itu tampil --baik secara bentuk atau isinya-- di hadapan pembacanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun