Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rumah Menulisku

4 Januari 2019   11:45 Diperbarui: 4 Januari 2019   11:57 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Empat Januari Dua Ribu Delapan belas - Empat Januari Dua ribu Sembilan Belas

Blog Kompasiana, hari ini aku ingin merayakan satu tahunku bersamamu, dalam satu tulisan yang kuanggap istimewa, setidaknya untukku pribadi.

Dear,Kompasiana

bagiku, mengenalmu seperti mengenal seorang sahabat yang menyediakan satu ruang spesialnya untuk boleh aku kunjungi setiap saat, kapan saja kumau. Seorang sahabat yang tidak pernah menolak kehadiranku dalam segala  kisah yang senantiasa mengaliri perjalanan keseharianku. Kisah yang kudapatkan dari setiap yang kurasakan, kulihat, dan kudengarkan dari seluruh penjuru mata anginku, pada setiap kisah imajiku. 

Walaupun awalnya sangat sulit untuk memulai setiap kisah imaji lantaran aku hanya seorang teman baru yang mungkin belum dapat bertutur dengan baik, seperti teman-teman yang lain. tapi sisi lain hatiku menyapaku dengan baik, tuliskan saja, selagi ingin kamu tuliskan. Dan aku, akhirnya menetapkan hati untuk berkunjung ke rumahmu.

Masih kuingat, yang pertama kukisahkan padamu sepotong puisi Pada Mulanya : tentang awal hari baru di tahun yang baru dua ribu delapan belas. 

Awal tahun selalu saja menjadi bahan permenungan akan kemana setelah hari lama berlalu, walaupun setiap hari adalah hari yang baru,bukan? Tapi Euforia tahun baru tak pernah bisa kita bantah keberadaannya dalam hidup kita. Masih kuingat, saat menuliskannya adalah  saat sore berhujan dari bilik kamar kerjaku yang sederhana tapi menjadi ruangan yang paling kusuka. Mungkin, hujan memang sahabat bagi penulis. Mungkin...

Dear Kompasiana,

setelah itu, aku selalu menyempatkan diri mengunjungi  halamanmu, bahkan lebih memilih untuk boleh berdiam di rumahmu. Setiap peristiwa yang terjadi, kulihat, kurasa dan kudengar, seperti menghipnotisku untuk kutuangkan dalam setiap tulisan. Entah puisi. Entah Cerpen. 

Pada saat tertentu, aku dapat menuliskannya dengan sangat penuh perasaan, seperti cerpen Menulisi Waktu : yang kupetik dari lara seorang sahabat dan kubumbui dengan majas hatiku.

Juga pada puisi Pelaminan Kertas ; aku menuliskannya dengan air mata yang berjatuhan di lubuk hati, lantaran sahabatku sejak SMP hanya bisa menangisi biduk rumah tangganya yang kandas oleh sebab yang tak pernah diduga akan terjadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun