Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Percakapan Pagi

21 September 2018   20:57 Diperbarui: 21 September 2018   20:49 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, Pixabay.com

Sungguh, tak ada yang lebih indah dan menakjubkan selain pagi di lereng perbukitan Kintamani. Tempat setiap detak jantung berdegup bersama harum sisa embun  dinihari. Selalu ada sensasi yang menyelinap , merobek halimun , meniupkan oksigen segar  hingga ke sumsum.   Menjiwai jiwa...

"Nyaman tidurmu semalam, Dea?" Wan menyapaku dengan riang bersama dua cangkir kopi yang masih mengepulkan asap. 

Dia mengangsurkan secangkir kepadaku. Hmmm...aromanya sungguh membuat mataku menyala-nyala. Kugenggam erat cangkir kopi untuk memindahkan gigil tubuhku  ke dindingnya. 

"Tidak bisa tidur, Wan, dingiin bangeet." balasku dengan suara bergelombang.

"Sekarang masih dingin, Dea?" balasnya sambil memelukku erat dan hangat.

 Akh...bahagiaku memilikinya. Lelaki yang sudah lima tahun malang melintang menemani hari-hariku, sejak masa perkuliahan sampai kami benar-benar bekerja dan menjadi guru. Dia diterima sebagai guru PNS, sementara aku bersyukur mendapat pekerjaan sebagai guru di sekolah swasta. 

"Masih lebih hangat kopi ini daripada pelukanmu, Wan. Karena kopi ini dibuat dengan racikan cintamu," balasku menggodanya.

Dan dia memijit hidungku sampai megap-megap dan aku mesti teriak minta maaf agar dilepaskannya. Selalu aku menikmati pagi seperti ini. Duduk dengan meletakkan dagu di atas kedua lutut yang sengaja kutinggikan. Lalu menikmati  terbitnya matahari di antara dua bukit. serupa gambar pemandangan anak-anak sekolah dasar di seluruh republik ini. 

Sebentar saja kopi di cangkir menjadi dingin, jika tidak bersegera diminum. Kami menikmati waktu yang tidak banyak ini, berdua saja. Karena Bapak dan Ibu Wan, calon mertuaku sudah pergi ke ladang-ladang kopi yang jaraknya tidak jauh dari pondokan ini.

Sudah tiga kali pergantian tahun baru kami memilih untuk merayakannya di tempat ini. Rumah Wan.

Ibunya selalu  menyiapkan kamar kalau aku berlibur ke sini. Kamar kecil milik Dini, kakak Wan yang sudah menikah. Mereka keluarga kecil sederhana dan bahagia. Kedua anaknya disekolahkan tinggi supaya jadi orang kantoran,  suatu sore Ibu, bertukar cerita denganku. Orang kantoran dalam pandangan Ibu, jika anak-anaknya menjadi PNS. Akh...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun