Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sementara Hari Semakin Malam

31 Agustus 2018   21:12 Diperbarui: 31 Agustus 2018   21:25 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, Pixabay.com

Clareta namanya. 

 Perempuan berambut ombak, bermata gelombang. Kulitnya coklat terpanggang matahari, setiap pagi, setiap siang, setiap sore. Dibiarkannya seluruh tubuhnya bercumbu dengan panas pasir, minyak bararoma menyengat dan topi pandan sisa suvenir turis dari Aussie, yang sempat dipuaskannya dengan pijatan lembut, seminggu lalu. 

Pantai ini terlalu menjanjikan khayalan untuk terbang ke Aussie mengubah kemiskinan yang melilit lahir dan batinnya sejak kanak-kanak.

"Ibu, aku kan sudah lulus SMA. Sudah enam bulan menemani pekerjaan Ibu memijit para tamu." katanya tadi pagi sebelum memulai pekerjaannya di antara pasir dan buih ombak. Dibaringkannya dirinya di pangkuan ibunya. 

" Aku ingin kerja kantoran . Aku lelah,Bu." keluhnya hampir tak terdengar. 

"Jangan lelah pada hidup,Nak. Karena hidup tak penah lelah menghidupi kita," perempuan yang menua bersama angin dan pasir pantai itu mengelus-elus rambut dan pipi anak semata wayangnya dengan penuh cinta. Dirasakannya perasaan anaknya sampai jauh ke lubuk hatinya. 

"Kalau saja Bapak tidak membiarkan dirinya direbut perempuan lain itu, tentu kita tidak bekerja seperti ini, kan, Bu?" Clareta menangis, tapi masih mengandaikan keluarga bahagianya, padahal jarak dan waktu telah menjauhkan Bapaknya dari rumah sederhana mereka. 

Lelaki yang disebutnya Bapak oleh Clareta, hanya lelaki egois yang meninggalkan Clareta pada usia kanak-kanak, saat dirinya kelas 3 SD. Meninggalkan trauma mendalam karena Claretta menyaksikan pertengkaran hebat kedua orang tuanya yang  berujung perceraian. 

Hati Claretta patah, sampai hari ini.

"Sudahlah, Etta, biar saja Bapakmu membawa perih luka kita. Mungkin dengan itu, dia masih tetap mengingat kita berdua."  

Suwitri, perempuan yang disebutnya ibu, sudah mematikan semua indra pengharapannya. Claretta bangkit dari pangkuan ibunya. Dipeluknya perempuan kesayangannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun