Menurutmu benarkah cancel culture sudah terjadi di Indonesia? Apakah ini sekadar fenomena atau akan ada momen maupun kejadian lain yang bisa terjadi serupa?
Selain itu, apakah itu adil bagi pengkarya yang mana juga terdampak pada karya-karya selanjutnya?
Cancel culture ini bisa dibilan sebuah gerakan yang umumnya terjadi di dunia maya. Umumnya gerakan ini bertujuan untuk memboikot atau menghukum seseorang maupun kelompok akibat tindakannya yang (dianggap) salah.
Akan tetapi --umumnya-- gerakan ini biasanya muncul dalam pembahasan terkait misogini, ras, dan orientasi seksual.
Sayangnya, karena ini terjadi di ranah maya, maka cancel culture bisa terjadi dalam topik apa saja dan kepada siapa saja.
Pada beberapa kasus, misalnya, semula memang berupa perundungan yang ditujukan pada suatu masalah. Tetapi, saking tidak terkontrolnya dan bubble media sosial bisa berujung pada cancel culture yang belakang sudah berkembang di beberapa negara.
Diskursus ini jadi menarik karena ada pemahaman etis dan tidaknya cancel culture ini. Pasalnya, standar itu berbeda pada setiap orang, kan?
Bagaimana tanggapan Kompasianer mengenai fenomena ini? Benarkah ini bisa terjadi di Indonesia? Jika, ya, sebagai pembelajaran adakah hal-hal yang bisa kita antisipasi agar ini tidak terjadi pada kita?
Tidak hanya itu, dampak apa yang kemudian bisa terjadi jika ini benar sudah terjadi di Indonesia? Silakan tambah label Dampak Cancel Culture (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI