Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

"Yuk, Bisa Yuk!" dan Toxic Positivity Sekitar Kita

27 Juli 2021   20:22 Diperbarui: 28 Juli 2021   20:03 2740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah nggak merasakan momen saat perasaan sedang remuk redam, tapi diminta untuk tetap semangat dan beraktivitas sebagaimana biasa?

Misalnya: ketika sedang berduka karena ada keluarga meninggal, tapi orang-orang di sekeliling kita berusaha meyakinkan bahwa hati yang gembira adalah obat.

Atau, ketika sedang putus cinta dan demotivasi bekerja, orang lain menasihati dengan kata-kata "Hidup itu harus bersyukur. Masih untung kamu masih punya rezeki. Coba lihat orang lain di luar sana yang tidak seberuntung kamu."

Kita percaya bahwa maksud orang-orang tersebut baik. Mereka berniat menghibur dan mengajak untuk selalu berpikir positif. Tetapi kita perlu mengetahui bahwa rasa sedih, duka, kecewa, dan putus asa bukanlah emosi negatif yang harus ditolak. Emosi tersebut wajar dan bisa dialami setiap orang.

Setiap orang butuh jeda waktu untuk mengolah kesedihannya. Sebaliknya, menyuruh mereka untuk "selalu positif" tanpa mengindahkan perasaan sedih malah bakal mendorong ke fenomena yang kini disebut "toxic positivity".

Kompasianer, apakah kamu pernah menerima toxic positivity? Atau kah kamu salah seorang yang selama ini menahan sedih dan amarah? Hati-hati lho, menahannya dapat membuat emosimu menumpuk dan tidak terkontrol.

Jika pernah mengalami hal tesebut, apa yang biasanya Kompasianer lakukan? Atau, secara tidak sadar justru Kompasianer yang melakukan itu pada orang lain?

Silakan berbagi pengalaman terkait topik berikut dengan menambahkan label Toxic Positivity (menggunakan spasi) pada tiap konten yang dibuat.

Optimasi kontenmu di Kompasiana
Optimasi kontenmu di Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun