Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Membaca Fiksi Karya Jokpin dan Eka Kurniawan di Gawai, Salahkah?

19 September 2017   18:51 Diperbarui: 10 Oktober 2017   11:45 5343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Pinurbo dan Eka Kurniawan akan mengisi sharing session Sastra di Kompasianival 2017

Nama Joko Pinurbo atau yang dikenal juga dengan Jokpin sudah tidak asing dalam dunia sastra Indonesia. Siapa yang tidak mengenal sosok penyair kelahiran Sukabumi yang terkenal dengan karya-karya sastranya yang nyeleneh ini?

Jokpin punya gaya tersendiri dalam membahasakan puisi. Karya sastra Jokpin tidak melulu menggunakan lema yang mendayu-dayu atau penuh rasa sentimental, melainkan memadukan refleksi sosial dengan rangkaian kata yang lugas, ringan dan mudah dipahami. Ia menggunakan kosakata dari objek keseharian yang sangat dekat dengan manusia, seperti misalnya telepon genggam, celana panjang, sarung, dan lainnya. Yang menyenangkan, Jokpin selalu menyelipkan sentuhan humor atau parodi dalam rangkaian puisinya.

Sebut saja, "Celana" (1999), "Di Bawah Kibaran Sarung" (2001), "Pacarkecilku",  "Haduh, Aku di-follow", hingga yang terbaru adalah kumpulan puisi berjudul "Buku Latihan Tidur". Melalui karya bukunya yang berjudul Kekasihku, Joko Pinurbo meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Awards di tahun 2005.

Selain Jokpin, dunia sastra Indonesia juga diramaikan dengan kehadiran Eka Kurniawan, seorang novelis yang salah satu karyanya berjudul "Lelaki Harimau" meraih nominasi penghargaan literatur bergengsi Man Booker International Prize 2016. Selain itu, melalui novel "Cantik itu Luka", Eka juga mendapat penghargaan World Reader's Award di tahun 2016. Keduanya diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Karyanya yang lain di antaranya "Corat-coret di Toilet" (kumpulan cerpen),  "Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta melalui Mimpi", dan "O".

Serupa dengan Jokpin, Eka kerap menuliskan fenomena keseharian sebagai latar novelnya. Ia termasuk penulis yang rajin melakukan eksperimen dan elaborasi kisah. Dari novel pascakolonial yang absurd ala Cantik Itu Luka, Eka bisa masuk ke dalam alam mitos berbalut metafisika di "Lelaki Harimau", bermain-main dengan psikis di "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas", dan kisah fabel yang dramatis di "O".

Perjumpaan keduanya di Kompasianival 2017
Dulu, karya sastra merupakan sesuatu yang sangat personal dan berharga. Penyair membuat setiap karyanya melalui goresan tangan dalam secarik kertas, hingga kadang terbuang atau sekadar tertiup angin. Dulu sebuah salinan buku dapat demikian langka, hingga menjadi benda koleksi. Bahkan satra yang telah dibukukan bisa diburu untuk dimusnahkan pemerintah jikalau isinya tidak sesuai dengan kebijakan kala itu. 

Tapi, dengan perkembangan teknologi, kini kita dapat menemukan karya para sastrawan dalam format digital. Pula semua orang kini tak lagi hanya mengandalkan secarik kertas untuk menulis, melainkan menyimpannya di komputer dan gawai. 

Dalam gelaran Kompasianival bertema "Kolaborasi Generasi" tahun ini, Jokpin dan Eka Kurniawan akan membagikan pendapatnya mengenai karya sastra yang dapat diakses di media digital.  Salahkah jika Jokpin berpuisi di Twitter? Haramkah Eka Kurniawan menuangkan idenya di blog? Masihkah sastra menjadi benda sakral yang dapat dikoleksi dan diburu karena nilai historisnya?

Keduanya akan berbagi kisah seputar keberadaan dan peranan media sosial/media digital dalam proses kreatif dengan pendapat Jokpin sebagai perwakilan generasi matang dan Eka Kurniawan sebagai perwakilan generasi muda. Ayo bergabung berdiskusi bersama dalam sesi ini untuk mengetahui proyeksi sastra di era digital dari kedua narasumber ini. Bahkan Anda juga berkesempatan mengirimkan puisi pendek melalui Twitter untuk dipilih dan dibacakan oleh kedua narasumber tersebut di panggung (plus akan dapat hadiah uang tunai). Jika ingin mencoba, ketahui caranya di sini.

"Sharing Session Sastra: Membaca Fiksi di Layar Gawai" ini dapat dinikmati secara cuma-cuma untuk sebanyak-banyaknya audiens. Setelah sesi, akan diadakan "Focus On: Joko Pinurbo" yang terbatas hanya untuk 15 orang (mekanisme Focus On akan diberitahukan kemudian).

Daftarkan segera diri kamu melalui kompasianival.com, 2.000 pendaftar onlinepertama berkesempatan mendapatkan merchandiseeksklusif card wallet Kompasiana. (GIL/WID)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun