Terkait dengan ini, di luar aspek medis, pendekatan kultural perlu diambil oleh pemerintah mengingat karakteristik masyarakatnya yang beragam secara sosial-budaya. Selain itu literasi teknologi mereka dalam mengakses informasi kesehatan juga bervariasi.
Alasan lain mengapa pendekatan sosial budaya harus dilakukan adalah terdapatnya berbagai catatan historis yang menunjukkan bahwa penanganan wabah tidak cukup hanya dengan melibatkan aspek medis saja.
Terdapat asumsi bahwa aspek sosial budaya memiliki keterkaitan erat dengan meluasnya wabah penyakit atau paling tidak suatu penyakit bisa berkembang menjadi wabah atau pandemi karena perilaku budaya masyarakatnya. Contohnya adalah wabah Kolera yang berkembang luas karena perilaku budaya penggunaan sanitasi yang buruk.
Hal serupa juga terjadi saat ini, meluasnya penularan virus Covid-19 dikarenakan masih banyak masyarakat yang abai dengan protokol kesehatan sehingga wabah berkembang menjadi pandemi nasional maupun global.
Oleh karena itu, pendekatan budaya yang bersifat kolaboratif dan melibatkan tokoh masyarakat atau pemuka agama sebagai agen kesehatan perlu dilakukan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya virus dan efektivitas vaksin.
Salah satu contoh kegiatan ini akan diselenggarakan oleh Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI) DKI Jakarta pada 19 Maret 2021.
Kegiatan rutin dan berkelanjutan yang melibatkan kelompok masyarakat ini bertujuan untuk memberikan edukasi vaksinasi kepada kader dasa wisma untuk membantu percepatan kegiatan vaksinasi Covid-19, terutama terkait kebijakan vaksin, penerapan protokol kesehatan, dan strategi menangkal hoaks di level masyarakat.
Melalui budaya komunikasi getok tular (word of mouth) ini pemerintah dan masyarakat secara mutual dapat menyukses percepatan vaksinasi guna memutus rantai penularan virus dan mencapai tingkat kesehatan masyarakat Indonesia secara efektif.