Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ramalan Megawati: Indonesia Terancam Kelaparan

3 Maret 2021   16:00 Diperbarui: 3 Maret 2021   16:06 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto udara jalan desa dan sawah yang terendam banjir dan tak bisa dilalui di Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat, Rabu (10/2/2021). Selain curah hujan yang tinggi, luapan Sungai Citarum dan Sungai Cibeet yang merendam areal persawahan sejak Minggu (7/2/2021) tersebut mengakibatkan sebagian besar tanaman padi siap panen rusak dan terancam gagal panen.

Mega ingin konversi lahan pertanian dihentikan demi untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Ia waktu itu melihat, produksi pangan dalam negeri menurun terus sebagai akibat areal lahan pertanian semakin menyempit, terutama areal lahan tanaman pangan. Mega menegaskan agar ketahanan pangan menjadi prioritas utama.

Ketika itu keprihatinan Mega terkait dengan impor pangan Indonesia yang membumbung tinggi, sejak menjelang lengsernya rezim Soeharto. Impor beras 1998, mencapai 5, 7 juta ton per tahun dan 1999 sedikit menurun yakni 4,1 juta ton per tahun.

Tahun 2000 dan 2001 memang menurun, yakni 1,5 juta ton per tahun dan 1,4 juta ton per tahun. Tapi rupanya Mega belum puas dengan penurunan impor beras itu.

Dilihat di tahun 2002, impor beras terburuk dalam sejarah Indonesia ada di tahun 1998 dan 1999. Saat itu Bulog melakukan impor beras membabi buta. Ini menunjukkan gejala Indonesia sudah bukan menjadi lumbung padi/beras di Asia.

Beras barang ajaib

Dalam sejarah politik dan ekonomi, beras, padi dan sawah merupakan hal yang ajaib dan menyejarah. Beras menjadi barang yang ikut menentukan kenaikan dan jatuhnya kekuasaan. Itu kata-kata para pengamat politik dan ekonomi Barat tentang Asia Tenggara, terutama Indonesia.

Di awal Orde Baru, Soeharto di panggung dunia sangat membanggakan keberhasilan pemerintahannya menjadikan Indonesia menjadi negara swasembada beras.

Ia mengatakan itu dalam pidato setengah jam di forum dialog Selatan - Utara di Roma, Italia, 14 November 1985. Kemudian setelah itu berkali-kali hal yang sama ia ucapakan di berbagai acara.

Prof Dr Donald W Wilson dari Pitsburg University, Amerika Serika, dalam bukunya yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia 1992, Dari Era Pergolakan Menuju Era Swasembada,mengutip kata-kata Soeharto tentang swasembada beras tahun 1987.

“Perjuangan ekonomi paling besar yang pernah kita perjuangkan dan menangkan adalah untuk mencapai swasembada dalam produksi pertanian, terutama beras. Ketergantungan kepada bangsa lain yang mana pun, adalah suatu hal yang sama sekali tidak dapat diterima, tetapi lebih jelek lagi adalah menjadi negara pengimpor terbesar di dunia......Tidak dapat berswasembada beras, samasekali tidak masuk akal bagi saya.” Begitu kata Soeharto pada 1987.

Tapi kejatuhannya juga ditandai dengan merosotnya produksi beras negeri ini. Ketika ia lengser Indonesia adalah pengimpor beras terbesar dunia.

Namun sebelum meninggal dunia Minggu, 27 Januari 2008, Soeharto berpesan kepada Presiden (waktu itu) Susilo Bambang Yudhoyono, “Jangan dilupakan mengenai swasembada pangan.” (Ini menurut Harmoko dalam artikel Kopi Pagi Bersama Harmoko, “Pesan Pak Harto pada SBY”, Pos Kota, Senin 14 Frebuari 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun