Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Siasat Ahli Bahasa Menghindari Muslihat Debat Calon Presiden

17 Januari 2019   07:31 Diperbarui: 17 Januari 2019   07:42 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dari kubu koalisi Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa dan pasangan calon presiden dari kubu koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo bersalaman saat Debat Capres - Cawapres bertema Pembangunan Ekonomi, Pemerintahan Bersih dan Kepastian Hukum di Balai Serbini, Jakarta, Senin (9/6/2014) malam.

RENCANA debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Indonesia 2019 menyita perhatian masyarakat luas.

Calon pemilih tampaknya berharap forum itu bisa menjadi acuan untuk menetapkan pilihan.

Namun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa forum debat rentan rekayasa. Hal ini didorong oleh keinginan para kandidat untuk mempesona calon pemilih. Mereka bermuslihat dengan menggunakan kata-kata untuk menonjolkan hal-hal baik meskipun belum tentu benar.

Sebagai pengamat bahasa, saya akan membedah cara-cara yang biasa digunakan para kandidat presiden dalam menjebak pemilihnya dan bagaimana kita bisa menghindari jebakan tersebut dengan berpikir jernih.

Debat penuh muslihat

Skandal debat (debategate) di Amerika pada 28 Oktober 1980 antara calon presiden Ronald Reagan dan Jimmy Carter, menjadi bukti bahwa debat tidak selalu menggambarkan kualitas gagasan dan pribadi calon pemimpin.

Sejumlah analis sepakat bahwa kemenangan Reagan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat waktu itu sebagai buah kesuksesannya memenangkan debat pada bulan Oktober.

Dalam debat itu, Reagan dinilai tampil lebih komunikatif. Ia dinilai mampu menjelaskan program dengan bahasa yang lebih membumi dan emosional. Meski lebih menguasai substansi persoalan, lawannya, Carter, dianggap kurang memiliki pesona panggung karena lebih banyak menggunakan istilah teknis yang kurang menggugah.

Namun penulis Laurence Barrett dalam buku Gambling With History: Reagan in the White House mengungkap bahwa Reagan ternyata melakukan kecurangan dengan mengantongi catatan Carter sebelum debat dimulai. Bocoran itu membuat Reagan tahu siasat yang akan dipakai Carter sekaligus tahu cara menghadapinya.

Kasus itu membuktikan, pemimpin dengan kualitas bagus tidak selalu unggul dalam debat dan sebaliknya. Dalam debat presiden lebih berlaku hukum panggung di mana orang yang terampil tebar pesonalah yang berpeluang menang. Siapa pun yang dapat menyiasati hukum panggung, dia berpeluang lebih besar untuk menang.

Bahasa adalah kunci

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun