Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah 6 Wanita Berjuang 8 Jam Keluar dari "Neraka" Lumpur Petobo

13 Oktober 2018   07:47 Diperbarui: 13 Oktober 2018   08:01 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, mengangkuti barang yang masih bisa diselamatkan dari rumah-rumah mereka yang terendam lumpur yang keluar dari perut bumi pasca-gempa bermagnitudo 7,4.. Kompas.com

Mereka semakin masuk ke dalam lumpur. Kaki mereka berusaha mencari pijakan yang keras. Namun sepanjang kaki mereka mencari-cari tempat yang keras, yang mereka rasakan hanya lumpur lembek.

Sementara itu, jeritan minta tolong muncul dari penjuru Petobo. Namun tidak ada yang bisa menolong. Semua orang berusaha mempertahan diri agar tidak tenggelam makin dalam di lumpur.

Pepohonan tumbang membantu kaki mereka beristirahat sejenak, kaki mereka berpijak pada ranting atau dahan. Dalam gelapnya malam, mereka berusaha mencari tanah keras untuk bisa keluar dari neraka lumpur itu.

“Malam itu kami masih mendengar suara minta tolong dari kejauhan, namun suaranya makin berkurang dan lemah,” lisah Desi.

Ia masih ingat pada malam itu ia menyaksikan beberapa rumah terbakar. Mungkin ada ibu-ibu yang tengah masak dan tak sempat mematikan kompor gas pada saat bumi berguncang keras. Api lalu melalap dapur kayu atau bahan lain yang mudah terbakar.

“Kami terus melangkah mencari tanah keras yang bisa menjadi pijakan, Kami menemukan kayu panjang. Kayu inilah yang kami gunakan untuk menduga kedalaman lumpur, jika terlalu dalam kami tidak akan melangkah. Jika menemukan yang keras seperti atap rumah atau dinding, kami lanjutkan perjalanan,” tutur Desi.

Mereka berenam bergandengan. Yang paling depan adalah Nani, ibu mereka, lalu disusul Irma, Anggun, Aulia (14), dan Desi. Si bungsu Riskiyah mereka gendong bergantian.

Pingsan

Desi sempat pingsan. Sepulang  bekerja  pada sore itu ia belum sempat makan. Adik-adik dan ibunya menepuk-nepuk tubuhnya agar siuman. Ia berulang kali pingsan.

“Kami berjalan dalam lumpur setinggi dada orang desawa, sangat berat dan melelahkan. Kami bisa saja tenggelam jika salah meletakkan kaki,” cerita Desi.

Ibu mereka selalu memberi semangat, mereka harus berzikir dan berkonsentrasi pada setiap langkah.

“Kami mendengar suara minta tolong dari kejauhan, waktu itu sudah larut malam. Namun dari arah suara tiba-tiba  muncul api besar, lalu tidak terdengar lagi suaranya,” kenang Desi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun