"Saya masuk Plumbon, pukul 13.00 WIB, istirahat sebentar di rest area Batang 1 jam shalat. Nyambung lagi dan keluar Grinsing istirahat lagi. Itu total cuma 2 jam. Biasanya, lewat Pantura Cirebon-Grinsing 4 jam," tutur Arief.
Untuk diketahui, menurut data PT Jasa Marga (Persero) Tbk, sudah 563.083 kendaraan yang meninggalkan Jakarta melintasi Jalan Tol Trans Jawa melalui GT Cikarang Utama sejak H-8 hingga H-3.
Kendati banyak yang tersihir mulusnya tol operasional dan fungsional Trans Jawa, tak sedikit pula yang setia berjibaku di jalur Pantura.
Rozy Aldilasa adalah satu di antara mereka yang langka, yang masih memanfaatkan jalur pantura. Bersama istri dan kedua orang tuanya, karyawan Gen FM Radio ini memulai perjalanan pada pukul 09.00 WIB, Selasa (13/6/2018) dari Cibubur, Jakarta Timur.
Setelah melalui kepadatan di Lingkar Luar Karawang dan penyempitan jalur hingga Cikampek, Rozy sampai juga di Pekalongan pada pukul 19.00 WIB malam.
"Total 10 jam dan hanya satu kali isi tangki bahan bakar minyak (BBM). Alhamdulillah lebih lancar, karena jalan lengang ya," kata Rozy.
Dua tahun lalu, cerita dia, waktu tempuh dari Cibubur ke Pekalongan bisa sampai 14 jam melalui jalur yang sama.
Jejak Daendles
Meski pamornya meredup, tak dapat dimungkiri bahwa jalur pantura hingga saat ini merupakan salah satu poros utama transportasi di Pulau Jawa.
Mengutip Purnawan Andra, peminat pergelaran dan etnokoreologi, jalur pantura ini sesungguhnya didasari oleh proyek raksasa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Maarschalk Herman Willem Daendels bernama “Jalan Raya Pos” (Groote Postweg, The Great Post Road) pada tahun 1808.
Jalan ini dibangun untuk kemudahan mobilisasi ekonomi, sosial budaya dalam kerangka kekuasaan kolonial masa itu.